Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

AWAL SYARIAT BERKURBAN


Oleh: Muslihah

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

بسم الله الرحمن الرحيم
وَا تْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِا لْحَـقِّ ۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَا نًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰ خَرِ ۗ قَا لَ لَاَ قْتُلَـنَّكَ ۗ قَا لَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, "Sungguh, aku pasti membunuhmu!" Dia (Habil) berkata, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 27)

Kurban disyariatkan sejak awal sejarah manusia. Yaitu sejak zaman Nabi Adam as. Bermula dari ketidak patuhan Qabil akan perintah menikahi kembaran Habil. Menurut Qabil, seharusnya Ikrimah menikah dengannya, sebab mereka lahir dalam waktu yang sama (kembar). Padahal justru karena mereka lahir pada waktu yang sama, maka Allah mensyaratkan agar mereka tidak menikah, tetapi boleh menikah dengan kembaran saudaranya.

Saat itu kehidupan baru ada Nabi Adam dan anak-anaknya. Setiap Bunda Hawa melahirkan selalu kembar, laki-laki dan perempuan. Syariat saat itu menentukan, boleh menikahi kembaran saudaranya, haram menikahi kembaran sendiri. Namun menurut Qabil, Ikrimah sang kembaran lebih cantik dari pada kembaran saudara yang lain. Maka Allah memerintahkan agar mereka berkurban sesuai kekayaan yang dimiliki.

Qabil seorang petani, ia merawat berbagai macam tumbuhan, berbagai macam buah dan tanaman yang lain. Sedangkan Habil seorang peternak. Allah memerintahkan agar mereka meletakkan kurban mereka di puncak gunung pada hari yang ditentukan. Busuknya hati Qabil memilih buah-buahan yang jelek. Sementara Habil berpendapat memilih persembahan untuk Allah, Dzat yang Maha Pencipta, sebaiknya pilih yang terbaik. Maka Habil memilih domba yang paling sehat dan paling bagus.

Tibalah waktu yang ditentukan. Mereka membawa kurban persembahan ke atas gunung. Setelah mereka meletakkan kurban persembahan. Sesaat kemudian malaikat membawa domba Habil, sementara kurban Qabil tetap di atas gunung. Mengetahui kurbannya tidak diterima, yang artinya ia tak bisa menikahi pasangan kembarnya, Qabil bermaksud membunuh Habil. Orang yang akan dinikahkan dengan sang kembaran.

Iblis yang dikeluarkan dari surga akibat kesombongannya, terus-menerus membisikkan agar Qabil membunuh Habil. Saat ia mendapat kesempatan, maka eksekusi itu berlangsung. Akan tetapi saat menyadari saudaranya meninggal, ia bingung, tidak tahu harus diapakan. Ya, Habil adalah manusia pertama yang meninggal. Sebelumnya belum ada orang yang dikuburkan.

Dalam bingungnya, Allah mengirimkan dua ekor burung gagak yang sedang bertarung, hingga satu diantaranya mati. Burung gagak segera menggali tanah untuk menguburkan gagak yang sudah mati. Dari situlah Qabil mengambil pelajaran bagaimana cara menguburkan jenazah Habil. Kisah ini ada dalam Al Qur'an surat Al-Maidah ayat 27 - 31. Dilengkapi kisah-kisah dari berbagai riwayat.

Konon domba kurban Habil inilah yang dikirim malaikat untuk dipotong Nabi Ibrahim as saat hendak menyembelih Ismail putra kesayangannya atas perintah Allah. Nabi Ibrahim as sebelumnya sangat mendamba kelahiran sang anak. Akan tetapi hingga Sarah, istrinya beranjak tua, tak jua hamil. Lalu Nabi Ibrahim as menikah dengan Hajar atas permintaan Sarah. Qodarullah Hajar segera hamil. Namun usai melahirkan Nabi Ibrahim diperintahkan untuk membawa Hajar dan anaknya pergi dari Palestina.

Hingga sampai di sebuah padang tandus, Ibrahim diperintahkan meninggalkan mereka berdua. Betapa pedih hati Ibrahim, tetapi ia yakin Allah bersama istri dan anaknya. Ia meninggalkan mereka tanpa mampu mengucapkan sepatah kata. Hajar pun menangis manakala sang suami hendak pergi.
"Mengapa kau tinggalkan kami di tengah padang tandus tak berpenghuni? Apakah ini perintah Tuhanmu?"

Ibrahim hanya bisa menganggukkan kepala, lalu meninggalkan mereka. Dalam panas terik di tengah padang pasir. Ismail sang putra menangis karena lapar dan haus. Sayangnya asi Hajar tidak lagi keluar, karena ia sendiri sudah beberapa hari tidak makan. Sedang bekal air minum pun telah habis. Dalam keadaan demikian ia berpasrah kepada Allah, sambil mencari mungkin ada telaga di sekitarnya, untuk sekedar menghilangkan dahaga.

Terlihat di kejauhan ada air menggenang. Segera ia berlari demi mendapatkan air. Sampai di tempat yang ia lihat ada genangan air, ternyata hanya ada padang tandus. Ia berdoa kepada Allah, agar menolongnya. Ditempat ia meletakkan Ismail, terlihat ada genangan air, maka ia segera berlari demi mendapatkannya. Lagi ia terkecoh oleh penglihatannya. Ternyata ia hanya mendapatkan padang pasir yang kering. Ia pun memohon kepada Allah akan pertolongan yang hanya Allah tempat bergantung.

Tujuh kali pulang pergi dari bukit Shafa ke bukit Marwah, hingga berakhir adanya air memancar dari tanah yang di jejak kaki Ismail kecil.

"Zami! Zami!" ucapnya sambil mengumpulkan air. Maka dikenallah Hajar pemilik sumur Zamzam. Dengan memiliki sumber air, Hajar bisa mendapatkan makanan dari kafilah yang lewat. Mereka menukar makanan dengan air minum. Demikianlah Allah memberi rezeki kepada hambanya.

Beberapa tahun kemudian Nabi Ibrahim as mengunjungi istri dan anaknya. Ia terkejut melihat ada pemukiman di tempat itu. Saat ia meninggalkan mereka, tidak ada pemukiman. Maka ia bertanya kepada orang yang ditemui, apakah mengenal Hajar? Mereka pun mengantarkan kepada pemilik sumur Zamzam. Baru saja melepas kangen dengan anak istrinya. Allah memerintahkan agar Nabi Ibrahim menyembelih Ismail sebagai bukti cintanya kepada Allah.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

بسم الله الرحمن الرحيم
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَا لَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْۤ اَرٰى فِى الْمَنَا مِ اَنِّيْۤ اَذْبَحُكَ فَا نْظُرْ مَا ذَا تَرٰى ۗ قَا لَ يٰۤاَ بَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِيْۤ اِنْ شَآءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
فَلَمَّاۤ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِ
وَنَا دَيْنٰهُ اَنْ يّٰۤاِبْرٰهِيْمُ
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚ اِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰٓ ؤُا الْمُبِيْنُ
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ
"Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim!" Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (QS As Shaffat ayat 102-107)

Demikianlah Allah menguji hamba terpilihNya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menyembelih hewan kurban semata karena ini perintah Allah, tanpa diembel-embeli berharap dipuji manusia? Semoga yang bisa berkurban bisa menjaga niatnya tetap lurus lillah. Semoga yang belum bisa menyembelih hewan qurban, tahun depan bisa menyembelihnya karena Allah. Aamiin.

Posting Komentar

0 Komentar