Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

JANGAN BENCI DAKWAH


Oleh: Miliani Ahmad

Kebanyakan manusia menganggap bahwa aktivitas dakwah bukanlah aktivitas yang membanggakan apalagi sampai memberi kemewahan. Aktivitas dakwah kerap dipandang sebelah mata. Para pengembannya pun acap kali dianggap manusia yang kurang kerjaan, sok alim bahkan dicurigai sebagai bagian dari kelompok yang mesti diwaspadai.

Apalagi bagi mereka yang berkecimpung di dalamnya, dakwah kerap kali memberikan tekanan terhadap hidup mereka. Tekanan yang dimaksud disini adalah respon berlebihan yang diberikan umat terhadap aktivitas mereka. Kadang pengembannya harus menghadapi cacian, fitnah, intimidasi, persekusi bahkan tak jarang ada yang menjadi korban main hakim sendiri.

Sekilas nampaklah bahwa realita menyampaikan dakwah merupakan aktivitas yang tidak memberikan kenyamanan apapun. Dakwah akan selalu dianggap memicu munculnya masalah, bahkan aktivitas dakwah disinyalir mampu melahirkan pertentangan dan perselisihan di tengah-tengah kehidupan umat.

Jika demikian asumsinya maka perlu kita dudukkan perkara dakwah pada tempat yang semestinya. Secara definisi dakwah (Arab: دعوة‎, da‘wah; "ajakan") adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.

Berdasarkan pengertian di atas maka semakin jelas bahwa dakwah merupakan aktivitas menyeru manusia agar kembali kepada hukum Allah. Lalu mengapa bisa dikatakan bahwa dakwah hanya akan melahirkan pertentangan dan perselisihan?

Sesungguhnya dalam hal ini bukan dakwahnya yang menjadi masalahnya. Akan tetapi realitas kehidupan manusia yang rusak, yang tidak lagi bersandar pada pokok akidah Islam itulah yang menjadi pangkal lahirnya pertentangan. Dakwah Islam sifatnya hanya menyeru, namun karena kerusakan tatanan kehidupan yang makin tak terkendali maka dakwah dianggap sebagai pengganggu dari langgengnya kerusakan tersebut.

Kita bisa memperhatikan bagaimana eksistensi kapitalisme saat ini mampu menggeret manusia ke dalam jurang kesesatan. Standar hidup hanya berdasar manfaat semata. Siapa yang memiliki kekuatan harta mereka berkuasa. Kezaliman bisa merebak di mana saja. Yang kuat menekan yang lemah. Semua lini kehidupan berjalan dengan seting peradaban budaya barbar.

Kesemua hal tersebut merupakan kerusakan. Jika dibiarkan, bisa dipastikan nasib kehidupan manusia kedepannya akan seperti apa. Jika sudah merata kerusakan lalu apa lagi yang bisa diharapkan?

Untuk itulah Islam sebagai agama keselamatan telah mendorong pemeluknya agar senantiasa memperhatikan keadaan di sekitarnya. Jika telah nampak kerusakan maka jalan perubahan harus diupayakan. Yakni dengan umat melakukan dakwah yang menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Aktivitas ini merupakan aktivitas wajib sebagaimana yang Allah perintahkan di dalam kitabullah.

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.S Ali-Imron : 104)

Ayat di atas semakin memperjelas urgensitas adanya kewajiban dakwah di tengah-tengah umat. Meskipun dalam kenyataannya dakwah akan memberikan tekanan terhadap pengembannya namun Allah sendiri yang akan memberikan balasan kebaikan atas mereka. Bukankah para pengembannya bakal diberikan kedudukan sebagai orang-orang yang beruntung?

Beruntung berarti tidak akan merasakan kerugian. Sedangkan kerugian terbesar bagi umat Islam adalah tatkala semua hal menjadi tak berguna di hadapan Allah Swt kelak. Kecuali amal yang telah mereka persiapkan sebagai wasilah jalan keberuntungan. Bukankah dakwah merupakan bagian dari wasilah amal keberuntungan? Bukankah keberuntungan menghantarkan kepada kebahagiaan yang kekal?

Disinilah letaknya akal manusia mesti dipergunakan. Tidak layak akal manusia menakar aktivitas-aktivitas yang diwajibkan atas diri mereka hanya berdasarkan pertimbangan maslahat ataupun kepentingan sesaat. Meskipun memang dakwah memberikan kesempitan, tekanan, himpitan bahkan ketidaknyamanan duniawi, tak layak manusia menstempelnya dengan berbagai stigma apalagi ditakar dengan perhitungan untung rugi.

Dakwah tetaplah dakwah. Hukumnya tidak akan berubah hingga yaumil qiyamah. Sungguh, sudah selayaknya manusia tidak perlu memandang rendah kepadanya apalagi menganggap sepele para pengembannya. Bersikap bijaklah. Jangan membencinya. Jika dinasihati karena Allah maka terimalah. Dengarkan baik-baik, tidak perlu ngotot atau bahkan keras kepala. Jika apa yang disampaikan dalam dakwah tersebut bersumber dari Qur'an dan sunnah maka tidak layak manusia mendebatnya. Jangan sampai lisan tergelincir yang akhirnya berujung pada munculnya murka Allah. Na'udzubillahi min dzalik.

Wallahua'lam bish-showwab

Posting Komentar

0 Komentar