
Oleh: Muslihah
Langit cerah, Pak Rudi berangkat kerja menjual buah dengan hati gembira. Ia berharap Allah memberkahi dagangannya. Ia keluar rumah sambil melangitkan doa.
بسم الله توكلت على الله لاحول والقوة الا بالله العلي العظيم
"Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah tidak ada daya tidak ada upaya tidak ada kekuatan kecuali kekuatan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung."
Pak Rudi pernah membaca sebuah buku, bahwa dengan membaca doa itu Allah akan mencukupi dan melindungi sampai ia masuk rumah kembali. Ia mendorong gerobak buah ke dekat terminal biasanya di sana ramai pembeli pada cuaca seperti ini.
"Bismillah," bisiknya dalam hati.
Sesampai di terminal ia menurunkan sebuah kursi plastik dari atas gerobak untuk diduduki. Baru saja ia duduk, ada seorang sopir angkutan kota mendekati.
"Melonnya satu, Ustaz," pintanya.
Memang beberapa orang memanggilnya dengan sebutan itu, dikarenakan beliau tak jarang mengisi kajian di jamaah pengajian malam Jumat di komplek. Awalnya orang-orang terminal hanya memanggil dengan sebutan "pak," atau "paklek." Tapi sejak Parno tetangga sebelah rumah memanggilnya dengan sebutan Ustaz, semua orang turut memanggilnya dengan sebutan itu.
Pak Rudi mengambil sepotong lemon, kemudian mengangsurkan kepada Nanto Sang Supir angkutan kota.
"Ustaz, bagaimana ceritanya seorang ustaz bisa menjual buah? Apa tidak ada pekerjaan yang lebih keren, gitu?" tanya Nanto tanpa sungkan.
"Menjual buah keliling macam aku memang tidak keren di mata orang kebanyakan. Eh, tapi, menurutmu pekerjaan apa sih yang keren itu?" Pak Rudi ganti bertanya.
"Ya, apalah." Ia bingung sendiri.
"Jadi pekerja kantoran, misalnya." Akhirnya keluar idenya.
"Kantor apa?" tanya Pak Rudi sambil tersenyum.
"Kita di hadapan Allah itu sama. Tidak ada bedanya. Jadi penjual buah, jadi sopir seperti kamu, jadi satpam, jadi guru, jadi manajer atau jadi presiden, semua sama di hadapan Allah. Yang membedakan hanyalah iman dan taqwanya saja. Kamu sudah beriman atau belum?"
"Kalau iman, sih beriman, Ustaz. Yakin jika Allah itu ada. Begitu kan?"
"Iya. Terus kamu juga rutin menjalankan salat lima waktu?"
"Ah, kalau itu beda lagi, Taz. Kalau lagi sempat, ya salat, kalau tidak sempat, ya, tidak." Ia menjawab sambil tangannya mengambil keputusan sepotong bengkuang.
"Eman, Le, Eman tenan," ujar Pak Rudi sambil menepuk pundak pemuda berusia dua puluh lima tahun itu.
"Eman bagaimana, Taz?"
"Yo, eman. Kita hidup di dunia itu sementara. Kemudian mati menghadap Allah."
"Ya, pasti, Taz."
"Nah, kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban atas hidup kita. Allah sudah memberi hidup dan semua kebutuhan kita. Mulai dari udara gratis, semua anggota tubuh, juga kesehatan. Tidakkah kita bersyukur dengan menjalankan perintah-Nya?"
"Ya, kan gak sempat, Taz. Keburu kejar setoran."
"Owalah, Le. Salat itu berapa menit, sih? Paling cuma lima menit dengan wudunya sekali pun.Yang kasih kamu hidup, sehat, bisa bekerja dan yang memberi rezeki kamu, apakah ramai atau sepi itu, ya, Allah. Kok kamu sembrono dengan kewajiban."
"Iya, sih. Salat memang sebentar. Tapi kok berat , ya? Belum lagi pakaian kotor. Katanya salat harus pakai baju bersih, kan?"
"Kalau masalah baju, kamu bisa membawa ganti ke mana saja. Siapkan sepotong baju dan sarung di tasmu. Beres, kan? Nah, kalau berat menjalankan itu karena banyaknya dosamu. Hehe. Maaf, Lo ini. Karena itu ya harus memaksa diri sendiri untuk selalu salat. Mampir sebentar ke masjid atau musola. Allah akan mengampuni dosa kita dengan menjalankan salat."
Pak Rudi menasehati Nanto panjang lebar. Sedangkan Nanto hanya manggut-manggut.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اعوذ بالله من الشيطان الرجيم
وَسَا رِعُوْۤا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَا لْاَ رْضُ ۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa," (QS. Ali 'Imran 3: 133)
Allah perintahkan kepada manusia agar bersegera kepada ampunan, artinya tidak lagi menunda agar mendapat ampunan-Nya.
"Caranya bagaimana?" sela Nanto.
"Istighfar. Perbanyak istighfar, sambil duduk di belakang setir saat nyopir, bisa membaca istighfar. Lebih dari itu adalah menjalankan perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Jangan tunda salat. Sebaiknya setelah mendengar azan segera menjalankan salat, lebih baik lagi jika salat berjamaah".
Kalau cuma istighfar tanpa menjalankan perintah Allah, sama halnya kamu mencuci baju, belum bersih kamu masukkan lumpur lagi. Kapan bersihnya? Tambah kotor, iya. Jadi menjalankan perintah Allah itu penting. Penting untuk diri kita sendiri.
Dan yang tak kalah penting, kelak Allah meminta pertanggungjawaban atas seluruh hidup yang telah dikaruniakan kepada kita. Untuk apa kehidupan kita. Apakah dalam taat kepada-Nya ataukah maksiat.
"Selanjutnya jika kita menuju ampunan-Nya, Allah memberi hadiah kepada kita dengan surga. Kurang apa coba. Sudah diberi hidup, sehat, rezeki, ditambah lagi hadiah surga. Syaratnya iman, taat dan ikhlas. Kamu sudah beriman, tinggal menambah dengan taat menjalankan syari'at. Bagaimana siap?"
Nanto mendengarkan sambil mengangguk-anggukkan kepala. Bisingnya terminal oleh lalu lalang kendaraan dan celoteh orang banyak tidak menggangu keasikan mereka berdiskusi.
"Ojo cuma manthuk-manthuk, thok! Janji tidak akan meninggalkan salat lagi, kapanpun di manapun. Kalau sedang repot, ya diniatkan segera setelah longgar. Jangan meremehkan meninggalkan salat, juga semua syariat!"
"Ajari aku, ya, Taz! Biar aku jadi orang bener."
Pak Rudi memang tidak jaim terhadap setiap orang, menjadikan mereka nyaman dan tidak sungkan.
"Insyaa Allah. Kita belajar bareng," kata Pak Rudi sambil tersenyum.
"Sudah dulu, ya, Taz. Aku mau lanjut narik dulu." Ia mengangsurkan uang kepada Pak Rudi sebagai ganti buah yang telah dimakannya.
"Matur nuwun, Le."
"Sami-sami. Assalamualaikum."
Nanto segera berlalu usai mengucap salam. Terlihat angkutan kota yang dikendarai hampir penuh oleh penumpang.
"Wa alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh, semoga Allah memberkahimu," jawab Pak Rudi dengan suara lirih.
Mojokerto, 18 September 2021
0 Komentar