
Oleh: Muslihah Saiful
Setiap hari Pak Rudi berangkat ke pasar untuk membeli buah-buahan yang hendak dijual kembali dalam keadaan sudah terkupas bersih siap dikonsumsi. Ada mentimun, bengkoang, pepaya, semangka, melon sudah terlihat di motornya.
Ada anak kecil sedang berlari sambil menangis menuju ke arahnya. Dibelakangnya ada seorang ibu yang berlari menyusul. Dengan sigap Pak Rudi menangkap anak itu. Ia segera mendekapnya dalam gendongan.
"Ada apa, Nak?" tanyanya lembut.
"Hu hu hu." Si anak masih melanjutkan tangisnya. Sebentar kemudian ia meronta.
"Lepaskan aku! Lepaskan!" Pak Rudi tidak siap dengan merontanya anak itu, menjadikan ia terlepas dari gendongan Pak Rudi. Si anak segera lari menjauh.
"Lho, Pak, kok dilepaskan, sih? Andi! Andi! Ayo pulang! Hadeh anak ini nakal banget!" Si ibu segera mengejar anak itu. Pak Rudi heran dengan kejadian barusan. Ia penasaran ada apa?
Sementara orang-orang yang sempat terhenti aktivitasnya kembali kepada kesibukan masing-masing. Seakan mereka sudah terbiasa dengan kejadian itu.
"Anak itu pasti bikin ulah lagi," ujar seorang bapak yang berdiri tidak jauh dari Pak Rudi.
"Emang biasanya ia bikin ulah apa, Pak?" penasaran Pak Rudi.
"Iya ada saja, kelakuan anak itu yang bikin orang tuanya naik darah, mungkin itu ujian bagi orang tuanya, dulu mereka sangat menginginkan anak setelah lima tahun pernikahan baru mendapatkan momongan. Anak itu sejak kecil sering sakit. Sempat ia sakit keras, panas sampai stuip, tidak sadar dua hari, kemudian dirawat di ICU, sampai si ibu kelepasan berkata, 'Sembuhlah sayang! Kalau nanti nakal juga gakpapa.' Istilahnya ini anak mahal. Bisa jadi Allah mengabulkan doanya, hingga sering kali si anak bikin kesal orang tuanya," jelasnya.
"Makanya harus hati-hati kalau berbicara. Ucapan itu bisa menjadi doa." Seorang bapak yang terlihat sudah cukup tua menyahut.
"Benar, Pak."
"Jenengan kok banyak tahu tentang anak itu?"
"Iya saya paman dari anak itu. Saya adik ayahnya." Tanpa diminta pria itu menjelaskan hubungan dirinya dengan anak kecil itu.
Yah, demikian itu.sudah diingatkan Allah dalam Al Qur'an. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اعوذ بالله من الشيطان الرجيم
وَا عْلَمُوْۤا اَنَّمَاۤ اَمْوَا لُكُمْ وَاَ وْلَا دُكُمْ فِتْنَةٌ ۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗۤ اَجْرٌ عَظِيْمٌ
"Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar." (QS. Al-Anfal 8: Ayat 28)
"Jika bisa mendidik anak menjadi orang sholih dan bertakwa, maka itu akan menjadi wasilah pahala yang tidak pernah putus. Bahkan meski orang tuanya telah meninggal. Rasulullah Saw bersabda, ketika manusia meninggal terputuslah amalnya, kecuali karena tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang manfaat dan anak Sholih yang mendoakannya.
Nah, kalau orang tuanya mendidik dengan akidah yang benar menjadi anak solih, maka ia mendapat dua pahala mengalir. Pahala mendidik anak dan pahala didoakan anak. Subhanallah, bukan?"
"Luar biasa. Berarti memang mendidik anak itu pahala besar. Pantas saja karena mendidik anak itu memang berat dan tidak mudah." Paman bocah itu mendesah.
"Saya belum punya anak, tapi melihat anak kakak saya yang nakal itu. Rasanya turut geregetan," ujarnya.
"Waduh asik ngobrol, sampai lupa mau belanja." Pak Rudi baru menyadari sesuatu.
"Memangnya masih ada yang kurang? Saya lihat sudah banyak itu buahnya?" tanya pria itu.
"Iya, tinggal beli kacang dan gula merah. Mari!" ujar Pak Rudi sambil berlalu.
0 Komentar