Oleh: Nina Herlina Ibrahim
Bismillahirrahmanirrahim
“Astaghfirullahaladziimmm… Allahumma yassir wa laa tuassir.” Beberapa kali Aufa menghela nafas, beristighfar dan berdoa memohon kemudahan kepada Allah. Kali ini raut mukanya pun ikut bingung dan putus asa. Matanya dikejapkan, keningnya dikerenyitkan dan rona mukanya terlihat serius.
“Kenapa sih, A? daritadi Teteh perhatikan kamu kok terdengar kesal dan putus asa begitu?” tanya Kamila kepada adik laki-lakinya.
“Ini ayat yang sedang aku hafal kok susah banget ya Teh? sudah berberapa kali diulang tapi gak hafal-hafal,” jawab Aufa singkat.
“Memang sudah dibaca dan diulang berapa kali? perasaan Aa baru mulai deh membaca dan menghafalnya, ya gak bisa langsung hafal, A. Kata Pak Ustadz juga kan kita baca minimal lima kali dan muroja’ahnya sepuluh kali untuk setiap ayat. Sabar!” ujar Kamila memberikan arahan kepada adiknya agar terus semangat dalam menghafal.
“Iya sih baru sebentar, tapi perasaan udah lama deh, Teh.” Jawab Aufa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Yeey, orang baru lima menit juga, Teteh aja masih baca sebentar, tadi teteh lihat jam, Aa baru mulai membaca dan menghafal delapan menit yang lalu.” Terang Kamila sambil menunjukkan jam weker digital persegi miliknya.
“Masa sih teh?” Aufa penasaran sambil memperhatikan jam weker.
“Iya, A. Lagian kenapa sih kamu hafalannya buru-buru dan gak tenang begitu, mau main ya?” sambung Kamila kepada adiknya.
“Iya soalnya Ghazi dan Fatih udah nunggu aku, kita mau main sepeda bareng, jadi Aku gak fokus menghafalnya.” Nah itu dah tau jawabannya, timpal Aufa sambil nyengir.
“Hmm. Ya Udah kalau mau cepat minta tolong Umi aja, hafalan dan murojaahnya bareng Umi jadi bisa cepet hafalannya, jadi kamu bisa cepet main.” Kembali Kamila memberikan saran dan menyemangati adiknya.
“Oh iya ya… makasih ya, Teh.” Aufa bersemangat.
Kamila dan Aufa merupakan kakak beradik yang sejak kecil diajarkan dan dibiasakan menghafal Al-Qur’an oleh Umi dan Abinya. Keluarga kecil ini mempunyai cita-cita sebagai keluarga Qur’ani.
Untuk masalah pendidikan, Abi dan Umi Kamila tidak terlalu memaksakan untuk sekolah formal. Mereka tidak disekolahkan ke Taman Kanak-kanak tetapi hanya disekolahkan di Lembaga Pendidikan Al-Qur’an. Sekolah Dasar pun tidak dipaksakan.
Abi Kamila yakin dan berpandangan bahwa dengan melejitkan kecerdasan spiritual terlebih dulu, maka kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional akan mengikuti.
Benar saja, walaupun Kamila dan Aufa tidak diajarkan secara khusus baca tulis dan hitung tapi mereka berhasil menguasainya ketika duduk di sekolah dasar, tanpa kesulitan yang berarti.
Dari usia batita mereka dikenalkan dengan Al-Qur’an, dari mulai diperdengarkan sampai diajarkan menghafal ayat demi ayat. Tidak harus menunggu mereka bisa membaca Al-Qur’an ataupun Iqro. Umi Kamila hanya memperdengarkan dan mengulang ayat demi ayat sampai mereka hafal. Itupun dilakukannya sambil mengasuh, makan atau bahkan sambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
“Asssalamu ‘alaikum, ada apa ini, kok rame betul,” tanya Umi kepada Kamila dan Aufa.
“Waalaikumusssalam warohmatullahi wabarakatuh,” jawab Kamila dan Aufa bersamaan.
“Ini, Mi, Aa minta ditemenin menghafal karena katanya dari tadi menghafal tapi gak hafal-hafal, kalau ditemenin sama Umi kan jadinya menghafalnya cepet, jadi Aa bisa cepet main deh. Aa udah ditunggu Fatih dan Ghazi untuk main sepeda, Mi.” jawab Aufa menerangkan kepada Uminya.
“Baik, yuk kita mulai, makin cepat mulai makin cepat hafal. Bismillah ya… Alhamdulillah, Umi bangga sama Aa karena Aa tahu akan kewajiban Aa. Kata Abi juga kan, Umi dan Abi tidak melarang kalian main, boleh main ketika sudah menghafal,” terang Umi kepada Aufa dan Kamila.
“Iya, Mi.” Jawab Aufa dan Kamila.
Sebelum Aufa dan Kamila main, Umi pun sedikit memberikan nasihat kepada mereka.
"Kemenangan yang sesungguhnya adalah ketika kita dapat mengalahkan hawa nafsu. Melawan kemalasan dan menaklukkan zona nyaman. Sehingga terbentuk habbits, kebiasaan dan istiqomah dalam membaca dan menadaburi Al-Qur’an."
"Tentu main lebih menyenangkan dan seru dibanding dengan membaca dan menghafal Al-Qur’an. Betul tidak?"
"Ya, iyalah mi, seruan main daripada menghafal, menghafal itu susah dan capek, Mi," timpal Aufa dengan cepat.
"Tapi ingat, kita kan punya cita-cita tinggi membuat istana di surga dan memberikan mahkota untuk kedua orangtua. Kalian kan sudah tahu itu. Di dunia kita boleh capek, tapi insyaAllah di akhirat nanti kita tinggal memetik buah perjuangan kita selama di dunia." Terang Umi melanjutkan.
"Iya, Mi." Kali ini Kamila yang menimpali.
"Oiya. Al-Qur’an juga merupakan kitab yang langsung berasal dari Allah Swt. dan diturunkan kepada Rasulullah Muhammad Saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril as. sekaligus merupakan mukjizat bagi beliau Saw. Allah Swt. yang menjamin bahwa tidak mungkin cacat atau tidak ada sedikitpun keraguan di dalamnya." Terang Abi ikut menambahkan penjelasan Umi.
"Satu lagi. Al-Qur’an ditujukan untuk orang-orang bertakwa agar dapat mendapatkan petunjuk dan ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana yang tertera dalam QS. Al Baqarah ayat 2, yang artinya : “Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”"
"Jadi sudah semestinya kita beriman kepada Al-Qur’an yang merupakan bagian dari rukun iman. Dan bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa, ketika beriman tidak boleh sama sekali ada keraguan walaupun setitik saja." Abi menambahkan kembali.
"Termasuk ragu, kesal, atau putus asa ketika tidak bisa menghafal atau tidak mampu menadaburi Al-Qur’an. Astagfirullah..." sambung Umi.
"Huuhhh, Umi mah menyindir Aa aja," celetuk Aufa.
"Ya tidak hanya berlaku untuk Aa, bersyukur Aa tersindir, jadi Aa sadar. Umi itu hanya mengingatkan bahwa kita harus bersama-sama melawan dan memerangi syaithon yang senantiasa menggoda kita, karena syaithon tidak rela dan tidak akan pernah diam, melihat anak cucu adam membaca, menadaburi, mengerti dan mengamalkan Al-Qur’an sehingga menjadi hamba yang taat, shalih-ah, yang InsyaAllah akan diberikan balasan berupa Syurga-Nya Allah." Kali ini gantian Abi yang menambahkan.
"Jadi, semangat ya, membaca dan menghafal Al-Qur’annya!" Sambung Abi.
"InsyaAllah, Bi, Mi." Jawab Kamila dan Aufa.
"Alhamdulillah..."
0 Komentar