
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan Polri terus memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia termasuk karier Polwan di Korps Bhayangkara. Sejauh ini sejumlah Polwan sudah berpangkat perwira tinggi dan menempati jabatan operasional berisiko tinggi di Polri.
Hal tersebut diungkap Listyo saat membuka Konferensi Asosiasi Polwan Internasional ke-58 di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Minggu, 7 November 2021. Konferensi ini diikuti total 980 peserta secara langsung, 466 peserta dari 17 negara dan 2 organisasi internasional dan secara online dari 39 negara. "Polri akan terus memberikan ruang bagi Polwan. Kesetaaan gender harus kita perjuangkan terus seperti harapan kita semua," tegas Kapolri. Menghapus stereotip yang tertanam selama ini bahwa institusi Kepolisian hanya dianggap sebagai pekerjaan bagi kaum pria."Kita patut bangga, karena dunia internasional percaya kepada kita untuk menyelenggarakan event internasional di masa pandemi Covid-19," tambahnya.
Pemberian ruang tersebut, dikatakan Sigit, lantaran sosok Polisi wanita memiliki peran dan kontribusi yang luar biasa bagi organisasi Polri khususnya dalam mendukung reformasi kultural menjadi Polisi yang lebih humanis dan dekat dengan masyarakat. "Polwan memiliki kepekaan gender yang lebih baik dalam meningkatkan respon terhadap kejahatan berbasis seksual dan gender, meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional, membangun kepercayaan masyarakat, serta meningkatkan legitimasi lembaga-lembaga penegak hukum," katanya.
Polwan Indonesia Pelopor Kesetaraan Gender (KG)?
Dalam konferensi itu erdapatt 65 pembicara yang akan berbagi keahlian, pengetahuan, pengalaman, dan best practice. Tema utama yang di angkat dalam konferensi adalah "Women at the center stage of policing". Ada lima subtema lagi yang menjadi turunan yakni: Women, Peace, and Security; Women and Leadership; Police Women and Their; Challenges; The Role of Women in Policing; Science, Technology, and Policing; dan, Current Issues on Transnational Crimes (cnnindonesia.com, 8/11/2021).
Konferensi Polwan ini mengekspos ‘keberhasilan’ Indonesia dalam mendudukkan Polwan dalam pencapaian target KG. Salah satu ukurannya adalah posisi tinggi dalam hierarki Polri dan posisi berisiko tinggi. Benarkah ini sebuah kebanggaan atau justru sebuah malapetaka terutama bagi perempuan? Sejatinya ini semakin menegaskan bahwa pembangunan berbasis KG menempatkan perempuan pada risiko tinggi. Mereka diharuskan memiliki kemampuan yang sama dengan pria, standar perlakuannya pun sama dengan pria. Padahal secara fisik samasekali berbeda, bahkan secara metabolisme tubuh pun berbeda, dimana perempuan ada masa haid, melahirkan dan nifas.
Mungkin banyak yang membantah dan kemudian menyodorkan fakta bahwa karier bagi wanita bukan lagi persoalan, banyak yang bisa menyeimbangkan antara karier dengan kehidupan berumahtangga ya dan keluarga. Bisa dipastikan itu hanyalah fenomena gunung es, sebab, tak dilihat pula data bagaimana perempuan akhirnya menanggung beban lebih berat dari yang seharusnya.
Tingkat depresi perempuan juga lebih tinggi sebab ia diharuskan menjalani dua kehidupan yang bertolak belakang, karier dan keluarga, dimana dia dihargai hanya jika punya kedudukan dan materi. Cigna pada 2019 lalu mengadakan survei dan merilis hasilnya kepada publik, “Skor Kesejahteraan 360: Well and Beyond”. Dalam surveinya, ada beberapa hal yang disoroti. Salah satunya adalah tingkat stres perempuan di Indonesia.
Chief Marketing and Strategic Partnership Cigna Indonesia, Akhiz Nasution, menyebut Indonesia memiliki tingkat stres 77 persen. Biasanya karena tekanan pekerjaan serta memikirkan kondisi keuangan keluarga dan pribadi,” (dream.co.id, 28/3/2019).
Lantas, dimana bagusnya ide kesetaraan gender ini bagi perempuan jika ujungnya ia menjadi obyek penderita? Ide ini sungguh zalim, alih-alih ingin menempatkan perempuan dalam kedudukan yang lebih mulia dan sejahtera, namun justru menempatkan wanita dalam kondisi terburuk. Kondisi ini masih kita lihat di Indonesia, bagaimana dengan kondisi di negara barat, yang notabene negara merekalah sang pembawa virus kesetaraan gender? Atau di negara-negara pengikutnya seperti Korea, Jepang dan yang lainnya.
Nyawa manusia seakan bungkus kacang goreng, murah tak ada harganya, padahal Allah SWT menciptakan manusia dengan segala kesempurnaan, kedetilan desain dan presisi fungsi-fungsi organ tubuhnya. Namun manusia datang justru menjudge ialah yang paling paham tentang manusia itu sendiri.
Bagaimana Pandangan Islam?
Jelas Islam lebih tinggi dari agama manapun dan ilmu apapun, sebab ia berasal dari Sang Pencipta Alam semesta berikut isinya, aturan peredarannya maupun silkus pertumbuhannya. Maka kita bisa bandingkan fakta kedudukan perempuan dalam Islam dengan hari ini yang sangat jauh dari Islam. Perempuan sangat di lindungi, banyak mereka yang melihat dengan jelas dan lebih detil, bahwa hak-hak perempuan lebih tegas diberikan daripada kepada perempuan non Muslim. Kebiasaan mereka mandiri ternyata masih menimbulkan percik kecemburuan, karena tak harus banting tulang bekerja, mengerjakan sesuatu sesuai kehendaknya, di rumah penuh kehangatan dan kebahagiaan tanpa harus dituntut tampil sempurna ketika di luar.
Semua aturan yang melekat padanya semata-mata untuk melindungi dan menjaga kehormatannya. Sebab perempuan bukan obyek juga bukan mesin penghasil uang. Rasulullah bersabda: "Siapa pun yang memiliki tiga anak perempuan dan sabar terhadap mereka, dan memberi mereka makan, memberi mereka minum, dan pakaian dari hasil usahanya, maka mereka akan menjadi pelindungnya di hari kiamat." (HR. Ibnu Majah).
Betapa perempuan sejak ia belum dewasa sudah mendatangkan kebaikan bagi kedua orangtuanya. Kelakpun ketika dewasa ia menjadi Ummu wa Rabbatul bait yang bahu membahu dengan suaminya mencetak generasi tangguh. Ini butuh negara yang peduli dan menjamin perempuan tetap aman dan bisa sesuai fitrah Allah SWT. Sekaligus mendorong polwan Indonesia menjadi pelopor dalam berperan sesuai Islam dan menolak pembangunan berbasis KG. Seharusnya juga semboyan mengayomi masyarakat tidak hanya menjadi slogan, tapi tindakan nyata, guna menangkal ide kesetaraan gender yang busuk dan hanya mendatangkan kehinaan bagi perempuan, apapun agama dan profesinya. Wallahu a'lam bish showab.
0 Komentar