Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MENGINGAT UNTUK TAAT


Oleh: Yuyun Rumiwati

الَّذِÙŠْÙ†َ اٰÙ…َÙ†ُÙˆْا ÙˆَتَØ·ْÙ…َÙ‰ِٕÙ†ُّ Ù‚ُÙ„ُÙˆْبُÙ‡ُÙ…ْ بِذِÙƒْرِ اللّٰÙ‡ِ ۗ اَÙ„َا بِذِÙƒْرِ اللّٰÙ‡ِ تَØ·ْÙ…َÙ‰ِٕÙ†ُّ الْÙ‚ُÙ„ُÙˆْبُ ۗ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra'du: 28).

Sobat, tentu kita tidak asing lagi dengan ayat di atas. Jika kita ditanya siapa yang tidak pingin hidup tentram? Siapa yang tidak ingin hidup tenang? Sebagai manusia secara fitrah pasti menginginkannya.

Namun, sebuah pertanyaan besar, bagaimana seharusnya kita mengingat Allah sehingga berdampak pada ketentraman yang hakiki. Bukan sekadar ketentraman temporal atau sesaat. Bukan ketentraman yang bersifat individual tapi juga komunal (masyarakat).

Kita faham betul Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna pasti mampu menyelesaikannya tiap problem manusia baik kecil maupun besar. Baik problem tataran individu maupun masyarakat. Dalam ranah keluarga pun bernegara.

Dalam kitab "Mimuqowimah Nafsiyah Islamiyyah" dijelaskan bahwa makna dzikir ada dua. Yang pertama dzikir bil lisan, yang kedua dzikir dengan amal (perbuatan).

Adapun duzikir bil makna mengingat dengan lisan ataupun dalam hati, insyaallah sudah tidak asing lagi bagi kita. Bahkan, saat mendengar kata dzikir yang tertanam dalam benak kita adalah mengingat Allah.

Namun, makna dzkir dengan amal perbuatan. Atau mengingat Allah dengan cara tunduk dan taat atas segala perintah Allah, ini yang jarang difahami. Maka, tak heran dzikir kepada Allah seakan sebagai obat tak kala hati gundah dan gulana. Namun, saat kegundahan itu hilang. Menipis pula daya dzikir dalam hati dan lisan.

Sebuah pertanyaan besar kenapa makna dzikir lebih banyak yang dipahami sebatas dzikir bil lisan. Namun, untuk perbuatan jarang? Tentu hal ini tak lepas dari informasi pemaham yang selama ini banyak di dengar lebih fokus ke arah dzikir bil lisan. Terlebih saat sistem sekuler kapitalisme menancap dalam kehidupan. Maka, Islam sebatas dipahami sebagai agama ritual. Maka, tak heran solusi Islam untuk ketentaraan pun diambil dalam aspek ritual individul saja.

Padahal, saat Islam dipahami sebagai sebuah sistem kehidupan yang sempurna. Efek dari mengingat Allah, baik secara lisan maupun perbuatan akan saling menguatkan, bukan hal terpisah.

Seorang muslim yang terbiasa mengingat Allah dalam hati dan lisan sebagai perwujudan ibadah (ketaatan) kepada Allah. Akan mendorong pelakunya untuk mengingat rab-Nya dalam tiap langkah hidupnya. Termasuk kesiapan untuk mengingat dan taat pada syariat Allah secara total.

Maka, tidak ada jalan lain, agar daya dzikir (mengingat Allah) bukan sekadar dalam bentuk ucapan, tapi berpengaruh pada komitmen untuk taat total. Maka, harus difahamman ke tengah umat, bahwa Islam itu sempurna. Islam itu adalah diin yang mengatur dalam segala lini kehidupan baik ruhiyah maupun soyasiyah (perpolitikan). Islam itu bukan sekedar agama ritual tapi juga ideologi.

Jika pemahaman ini sudah kental dalam pemikiran umat. Pun menjadi opini yang masif. Maka, akan muncul satu kerinduan masal untuk mengingat Allah dengan buah siap taat total pada syariat-Nya.

Taat total inilah yang akan menghadirkan ketentraman hakiki. Karena tidak mungkin seseorang hamba akan tenang hatinya, saat ada dari perilakunya menyimpang dari aturan Allah. Meski, di satu sisi dia terus berdzikir secara lisan. Tentu, tidak akan tenang jiwa seseorang dengan terus dzikir, tapi muamalah riba jalan terus. Andaipun ketentram itu ada, pasti sifatnya temporal sesaat sebagai pengalihan. Lambat laun, juga akan gundah lagi. Karena sudah menjadi rumus, bahwa dosa tidak akan bisa membuat pelakunya bahagia dan tentram.

Oleh karena itu, ketentraman tidak muncul secara komunal melaikan ketentraman hadir karena ada system penerap Islam kaffah. Islam rahmatan lil'alamim adalah buah dari penerapan syariat tersebut.

Maka tidak heran mengapa segala kegaduhan dan problematika umat tiada kunjung tiba karena tiada jawaban lain, bahwa Islam masih diambil dalam aspek ritual. Belum dalam ketaatan total. Walahuallam~

Posting Komentar

0 Komentar