Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

KEMBALI KE MESIR


Oleh: Yuliati Sugiono

Beberapa bulan kemudian aku sudah berada di bandara Soeta, tidak sadar aku Landing di terminal 1 sedangkan untuk keberangkatan internasional berada di terminal 2. Malangnya aku tak melihat ada shuttle bus dan ragu untuk memesan ojek online, kuputuskan menyeret dua koper besar serta satu tas ransel di punggung jalan kaki dari terminal 1 ke 2.

Belum sampai take off aku sudah dibuat berkeringat duluan, untungnya ada masjid sehingga bisa mandi lagi. Lumayan buat nge-refresh saraf-saraf tubuh, lalu membeli makanan di kantin dekat parkiran terminal. Dan menunggu pintu check-in terbuka lebar bagi penumpang.

Di ruang tunggu, aku bertemu kenalan temanku di Kairo. Dia baru saja tiba dari Abu Dhabi, dan harus bermalam di bandara. Syukurlah aku membeli banyak makanan, jadi bisa berbagi.

Ternyata koperku melebihi muatan, terpaksa harus bongkar-bongkar lagi, aku-akali untuk memindahkan beberapa barang ke tas ransel. Orek tempe yang embah bawakan sekilo, untungnya tidak kena sita sama mbak-mbak petugas bandara. Sebenarnya dia sudah mengangkat Orek itu hingga tangannya berlumuran minyak dari orek. Tetapi ketika hendak menyita, langsung aku memasang wajah melas ala anak kost-kostan, walhasil orek tempenya aman deh.

Berhubung kupesan tiket mepet dengan jadwal keberangkatan, jadinya harus transit delapan jam lebih di Abu dhabi karena tinggal satu kursi saja yang tersisa pada tanggal itu. Jika transit di Doha, Qatar bisa dapat free city tour bagi yang transit lebih dari 8 jam. Sayangnya pesawat yang kutumpangi kali ini adalah Etihad yang artinya bermarkas di Uni Emirat Arab; “no free city tour/go buy entry visa if you want a tour! Hahaha

Ketika di Abu Dhabi aku bertemu orang Mesir, dia mengaku habis pergi dari Malaysia memberikan sanad qiro’ah disana. Uniknya dia malah kena transit lebih lama dari aku.

Tak terpikirkan hal ini sebelumnya, maka aku lupa menyiapkan bekal makanan. Akhirnya kutukarkan uang dengan rate yang mahal untuk membeli makanan di dalam bandara dengan harga yang tidak murah pula.

Tiba saatnya menunggu di ruang boarding, aku bertemu Syeikh Ahmad lagi (yang memberikan sanad tadi), malangnya beliau belum makan dari pagi. Ketika kutanya apakah dia puasa ternyata jawabannya tidak. Memang sudah menjadi rizqi-nya. Kuberikan sepotong roti dan kentang goreng yang kubeli tadi. Kuberikan semuanya. Sambil makan beliau mendengarkan tilawahku dan mengajari sedikit ilmu tajwid.

Didalam pesawat aku berkenalan dengan seorang bule. Ia mengaku pulang dari Selandia Baru untuk urusan kerja disana. Kami mengobrol menggunakan bahasa Inggris karena Amiyahku belum begitu lancar.

Dari logat bicaranya terdengar seperti bahasa Inggris aksen British, ternyata benar ia sudah pernah merasakan pahitnya perjuangan sekolah disana ketika masih SMP. Ia juga pernah pergi ke Antartika dan Indonesia. "Semua soal pekerjaan", imbuhnya.

Yang membuatku diam seribu bahasa ketika aku curhat masalahku saat belajar di Kairo dan Ia menasehatiku dengan bahasa Inggris, ilmu agamanya bisa dibilang sangat luas, terkadang sesekali ia menggunakan kosa kata amiyah untuk noun yang tidak kuketahui dalam bahasa Inggris. Tamparan keras bagiku yang ingin sekolah di Inggris tapi disini aku dibuatnya tak berdaya mendengarkan hujjahnya dalam bahasa inggris, tegas menasehatiku. Usut punya usut, ternyata dia ketua asosiasi pelajar muslim luar negeri di Selandia Baru.

Tiba-tiba momen menjadi epic ketika kami melihat keluar jendela pesawat, tampak gedung-gedung coklat yang menyatu dengan warna pasir di Mesir.

Lihatlah, kira-kira bakal berapa lama kamu bakal tinggal disini?

Pesanku wahai Ali, jangan buang-buang waktumu lagi

Aku tersenyum lebar, hatiku meleleh mendengar ucapannya yang begitu dalam.

Dari gestur tubuhnya memang terlihat dia bukanlah tipe orang yang menyia-nyiakan waktu, apakah ini yang namanya jati diri, selalu memiliki aura yang khas, yang bisa menimbulkan atmosfir berbeda ketika berada di sampingnya.

Ketika hendak berpisah di bandara dia meminta nomor teleponku duluan dan merogoh isi dompet menyerahkan beberapa dolar untuk sangu. Dengan halus kutolak, nasehatnya lebih berharga daripada dolar yang dia sodorkan.

ÙˆَÙ…ِÙ…َّÙ†ْ Ø®َÙ„َÙ‚ْÙ†َا Ø£ُÙ…َّØ©ٌ ÙŠَÙ‡ْدُونَ بِالْØ­َÙ‚ِّ ÙˆَبِÙ‡ِ ÙŠَعْدِÙ„ُونَ
Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. (QS Al A'raf : 181).

Posting Komentar

0 Komentar