
Memaknai Idul Adha dalam kehidupan seorang muslim adalah ibadah, dimana muslim dianjurkan melakukan pengorbanan berupa hewan ternak seperti kambing ataupun sapi jika mereka mampu.
"Perihal Idul Adha, Adha sendiri berasal dari kata udhiyah (pengorbanan), jadi jika kita bertanya tentang esensi dari hari raya Idul Adha adalah pada tema pengorbanan itu sendiri," ujar Ustadz Ageung Suriabagja, M.Ag pada Podcast Idul Adha dengan tema: 'Makna Ketaatan Dalam Idul Adha' di kanal Youtube Dakwah Tangsel Sabtu, 1 Juli 2023.
Pada kisah Nabi Ibrahim as. ketika mau menyembelih anaknya Nabi Ismail as. terdapat contoh keteladanan yang patut dicontoh dari sikap kedua Nabi tersebut.
"Sikap yang luar biasa dari Nabi Ismail as. 'wahai ayahku lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah' kalo Allah nyuruh sembelih saya, yaudah sembelih saya," terangnya.
Beliau melanjutkan, bahwa sikap yang seperti itu hanya bisa terwujud jika lahir dari ruh yang kuat sehingga menghilangkan seluruh keraguan yang timbul, meskipun jika dipikirkan oleh akal manusia perintah tersebut tidak masuk akal.
Keyakinan tersebut lahir dari ruh yang kuat didasari oleh aqidah yang kuat. Pertanyaannya kenapa aqidah Nabi Islamil as. bisa kuat? Jawabannya yaitu karena Bapaknya yang seorang Nabi sudah sangat dikenal dengan perjuangan tauhidnya, hal tersebutlah yang ikut membangun aqidah Nabi Ismail as. yang tercermin dalam ketaatannya dan menumbuhkan sikap samina wa athona.
"Tadayun itu naluri beragama naluri untuk mentakdiskan, mensucikan, mengkuduskan, menuhankan sesuatu, nah salah satu penampakan dalam naluri tadayun adalah persembahan. Jadi penyembelihan Nabi Ismail as. itu salah satu ekspresi dari gorizah tadayun" ungkapnya.
Lalu kenapa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mampu melewati ujian itu sehingga menjadi teladan umat manusia sepanjang zaman? Padahal banyak kemungkinan yang dapat terjadi saat itu, seperti tidak jadi disembelih, ada kemungkinan istrinya menghalangi, ada kemungkinan Nabi Ibrahim ragu, ada kemungkinan Nabi Ismail menolak, tapi semua kemungkinan tersebut tidak terjadi, tapi yang terjadi adalah pisau sudah menempel pada leher Nabi Ismail.
"Mestinya dengan ibadah Haji kita sadar bahwa poros hidup kita itu adalah Allah dengan simbolisasi kiblat berupa Kabah, ketika pulang kok porosnya yang lain, uang, harta, pasangan, anak, dalam kehidupan sosial porosnya juga yang lain lagi" tegasnya.
Momen haji setiap tahun berulang, yang kurang dari ummat Islam adalah penghayatan, dikala kita mampu berkurban hewan kita untuk dimakan orang lain berarti kita juga seharusnya mampu berkorban waktu kita, tenaga kita, pikiran kita, untuk menegakkan agama Allah dan Allah seharusnya menjadi poros di hidup kita.
Tugas kita adalah untuk menyebarkan kesadaran umat, terutama tentang ibadah yang erat kaitannya dengan persatuan umat seperti haji, sholat ied, qurban, sehingga Idul Adha tidak hanya dirayakan secara seremonial saja.
"Apa yang harus kita lalukan adalah penyadaran terus menerus." pungkasnya. [Diaz]
0 Komentar