
Momen Muharam saat ini, seakan diingatkan kembali untuk lebih giat mendakwahkan Islam kaffah. Menyadarkan Umat, bahwa hijrah hanya sekedar menjadi lebih baik dari sebelumnya, belum lah cukup. Tapi butuh hijrah yang betul-betul sesuai dengan tuntutan syara'.
Bagaimana hijrah yang dituntut oleh syara'?
Hijrah dari yang tadinya berhukum dengan hukum jahiliyyah, menjadi berhukum dengan hukum IsIam. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw saat berhijrah dari Mekah ke Madinah. Berhijrah dari tempat yang berhukum jahiliyyah ke tempat yang berhukum hanya dengan hukum Allah.
Lalu kemana kita harus berhijrah saat ini? Sementara tak ada satu tempat pun yang berhukum dengan aturan Allah secara kaffah?
Jika saat ini tak ada satu negara pun berhukum dengan aturan Allah, maka hanya satu yang dituntut dari kita, mengupayakan adanya wilayah yang berhukum dengan aturan Allah secara kaffah ini.
Bagaimana caranya? Apakah dengan memperbaiki aqidah? Membangun mesjid? Atau membangun sekolah-sekolah Islami? Tentu saja untuk bisa menjawabnya kita butuh melihat seperti apa yang dilakukan Rasulullah saw dalam mewujudkan negara Madinah. Beliau tidak dengan melakukan aktifitas seperti di atas, tapi dengan berdakwah pemikiran, membina kader-kader dakwah yang kuat aqidahnya, kemudian melakukan perang pemikiran di tengah-tengah umat, sehingga umat menyadari kerusakan yang terjadi akibat tak berhukum dengan hukum Allah.
Dan konsekuensi jika ingin berhukum dengan hukum Allah tentu saja membutuhkan kekuasaan. Itulah sebabnya Rasulullah saw berdakwah juga pada para kepala suku di sekitar Mekah pada waktu itu. Dan saat suku Aus dan Khajraj menerima seruan beliau, tegaklah hukum Islam di Madinah.
Saat ini, hukum Allah memang belum ditegakkan, namun bisyaroh Rasulullah saw sudah mengabarkan akan tegaknya kembali khilafah ala mintain nubuwwah, sebagaimana dalam hadits dari Nu’man bin Basyir, ia berkata,
Kami sedang duduk di dalam Masjid bersama Nabi saw, –Basyir sendiri adalah seorang laki-laki yang suka mengumpulkan hadits Nabi saw. Lalu, datanglah Abu Tsa’labah al-Khusyaniy seraya berkata, “Wahai Basyir bin Sa’ad, apakah kamu hafal hadits Nabi saw yang berbicara tentang para pemimpin? Hudzaifah menjawab, “Saya hafal khuthbah Nabi saw.” Hudzaifah berkata, Nabi saw bersabda, “Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, beliau diam” (HR. Imam Ahmad).
Dan yang pasti, tugas kita saat ini bukan menunggu datangnya bisyaroh, namun ikut berjuang dengan dakwah pemikiran, agar bisa menjadi bagian terwujudnya bisyaroh itu. Karena kemenangan itu diperjuangkan, bukan hanya ditunggu.
Pada Al-Qur'an surat Ar Rad ayat 11 menerangkan:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia."
Jadi...siap untuk memperjuangkannya?
Takbir! [Lia Herasusanti]
0 Komentar