
Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi (Rabu,16/8/2023) yang fokus membicarakan dirinya daripada persoalan negara dan pemerintahan, dinilai Cedekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) sebagai pidato yang tidak layak.
"Sungguh tidak layak jika moment yang sangat istimewa itu, yang dihadiri oleh anggota atau wakil rakyat, anggota DPR bahkan juga anggota MPR, kemudian disaksikan oleh puluhan juta rakyat Indonesia yang mengikutinya melalui media, dia (Jokowi) berbicara tentang sesuatu yang fokus pada dirinya," ujarnya dalan program Fokus to The Point: Rakyat Sambat, Pemimpin Curhat, di kanal YouTube UIY Official, Senin (21/8/2023).
Dalam konstruksi konstitusi di negeri ini, UIY mengatakan, presiden adalah sebagai kepala negara dan pemerintahan.
"Karena itu, mestinya dia pidato terkait dengan dua kedudukan itu, masalah negara dan masalah pemerintahan," ucapnya.
Ia menambahkan, presidenlah orang yang paling punya wewenang, sekaligus juga paling bertanggung jawab terhadap perjalanan negara ini.
"Dan juga terhadap laju tidaknya dan baik buruknya pemerintahan di negeri ini," tambahnya.
UIY juga menuturkan, moment pidato kenegaraan mestinya dijadikan kesempatan yang sangat penting untuk menjelaskan bagaimana perjalanan negara ini?
"Apa persoalan yang tengah dihadapi? Apa masalah utamanya? Kemudian apa yang sudah dilakukan? Sudah berjalan seperti apa? Hambatannya apa? Lalu, kira-kira bakal seperti apa pada waktu mendatang?" tuturnya.
Ia lantas menjelaskan, dari sana kemudian rakyat akan mengerti kondisi real negara ini dan apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintah.
"Rakyat berhak untuk mengerti, karena mereka adalah bagian paling penting dari negara ini," jelasnya.
Bukan hanya berhak, kata UIY, tapi rakyat juga wajib mengetahuinya, karena rakyat jugalah yang akan turut menentukan perjalanan bangsa dan negara ini kedepan
"Tetapi, jika pidato Presiden kemudian lebih banyak porsi membicarakan dirinya lalu apa yang bisa diketahui oleh rakyat?" tanyanya.
Maka, UIY pun menduga, tidak salah kalau ada yang menilai bahwa ini semacam usaha untuk menyelamatkan diri.
"Atau melarikan diri dari tanggung jawab atas berbagai persoalan yang nyata-nyata dilihat oleh rakyat, misalnya soal (persoalan kasus) korupsi," pungkasnya. [] Muhar
0 Komentar