Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MMC: KASUS PERCERAIAN TINGGI, BUKTI KEGAGALAN SEKULERISME KAPITALISME


Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan, tingginya kasus perceraian adalah bukti nyata kegagalan sekulerisme kapitalisme.

"Banyaknya kasus perceraian adalah bukti nyata kegagalan kehidupan sekulerisme kapitalisme dalam mengatur masyarakat," ujarnya dalam tayangan Serba-serbi: Setengah Juta Pasangan Bercerai Setiap Tahun, Ikatan Rumah Tangga Kian Rapuh, di kanal YouTube MMC, Minggu (24/9/2023).

Mengutip data yang disampaikan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof. Dr. Kamarudin Amin dalam agenda rakornas badan amil zakat nasional (BAZNAS) di Jakarta, Kamis 21 September 2023, Narator membeberkan bahwa kasus perceraian di Indonesia terbilang tinggi.

"Setidaknya ada 516.000 pasangan yang bercerai setiap tahun. Sementara, angka pernikahan semakin menurun dari 2 juta menjadi 1,8 juta setiap tahun," kutipnya.

Ia menjelaskan, kehidupan yang jauh dari agama menciptakan masyarakat yang hanya mencari kesenangan, kenyamanan dan kebebasan.

"Akhirnya, pernikahan pun dipandang sebagai sarana untuk melampiaskan hasrat jasadiyah atau fisik semata, karena tidak memperhatikan hukum-hukum turunan darinya," jelasnya.

Narator melanjutkan, kehidupan sekulerisme kapitalisme juga tidak menjadikan generasi sadar yang harus dipersiapkan dalam pernikahan adalah ilmu. Yang ada justru hanya melihat tampang, kemapanan, dan rasa cinta.

"Atau bahkan ada pernikahan yang didasari karena perintah orang tua atau hanya sekedar dorongan kecukupan umur. Sehingga, ketika pernikahan itu dirasa sudah tidak ada manfaat, mereka dengan mudah memutuskan untuk bercerai," lanjutnya.

Ia juga menambahkan, ketika terjadi perselingkuhan, mudah sekali melakukan kekerasan.

"Inilah penyebab keroposnya bangunan pernikahan saat ini," ungkapnya.


Sistemik

Narator kemudian menilai, tingginya kasus perceraian bukanlah hanya masalah persoalan individu yang bisa diselesaikan dengan penyuluhan pra-nikah di KUA (Kantor Urusan Agama).

"Namun, sudah menjadi persoalan sistemik. Sehingga, penyelesaiannya pun harus sistemik," kritisnya.

Narator lanjut menerangkan, bahwa satu-satunya sistem yang mampu mencetak pasangan suami istri yang akan memuliakan peradaban hanyalah sistem Islam yakni Khilafah.

"Islam memiliki pandangan yang khas mengenai sebuah pernikahan. Pernikahan dalam Islam disebut sebagai mitsakon golizhon atau perjanjian agung," jelasnya.

Ia pun membacakan Firman Allah Swt. Surat An-Nisa: 21 yang artinya, "Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu," kutipnya.

Tak hanya itu, kata Narator, dalam Islam juga memiliki tujuan yang jelas lagi mulia terkait pernikahan, yaitu sebagai sarana agar kehidupan masyarakat tetap dalam kesucian dan kemuliaan.

"Mewujudkan jalinan cinta kasih dan tergapainya ketentraman hati atau sakinah berdasarkan Al-Quran Surah Ar-Rum: ayat 21," terangnya.

Selain itu, sambungnya, dilanjutkannya keturunan, menghindarkan dosa dan mempererat tali silaturrahim sebagai sarana dakwah dan menggapai mardhotillah (keridhoan Allah Swt.).

"Islam juga memiliki tuntunan yang jelas ketika menjalani kehidupan suami istri," ucapnya.

Narator juga mengatakan bahwa kehidupan suami istri adalah kehidupan persahabatan. Ketika pasangan suami istri ini diamanahi keturunan, Islam juga memberikan tuntunan agar mereka saling bekerja sama untuk mendidik anak-anak mereka sesuai dengan tuntunan syariah.

"Anak laki-laki dipersiapkan untuk menjadi pemimpin, sedangkan anak perempuan dipersiapkan untuk menjadi pencetak para pemimpin peradaban," imbuhnya.

Hanya saja, Narator kemudian berpandangan, yang perlu dipahami, konsep-konsep tersebut tidak akan bisa serta merta dijalankan individu dengan sempurna tanpa ada peran negara.

"Maka Islam memerintahkan, agar negara turut mengambil peran untuk menciptakan generasi berkualitas," tegasnya


Suasana Islam

Berbeda di dalam suasana kehidupan Islam, Narator MMC menyatakan, generasi yang lahir adalah generasi yang paham konsekuensi dan siap mengemban amanah besar.

"Sehingga ketika menikah, mereka akan paham konsekuensi dan amanah menjadi suami istri dan orang tua," tuturnya.

Untuk merealisasikannya, Narator kemudian menjelaskan, Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Hasilnya adalah generasi yang memiliki kepribadian Islam (syahsiyah Islam) yang memiliki pola pikir (aqliyah) dan pola sikap atau (nafsiyah) Islam yang sesuai dengan tuntunan syariat.

"Tak hanya itu, pendidikan Islam juga akan membekali generasi dengan ilmu alat kehidupan, sehingga mereka mampu memenuhi dan menyelesaikan permasalahan kehidupan. Lebih detail lagi, Syaikh Atha' bin Kholil dalam kitabnya Dasar-Dasar Pendidikan Khilafah menjelaskan bahwa khusus bagi siswa perempuan ada kurikulum kerumah tanggaan," ulasnya.

Maka, kata Narator, ketika terjadi ketidakselarasan, semua perkara akan dikembalikannya pada hukum syariah.

"Mereka akan berinteraksi dengan makruf kepada pasangan dan menjaga pernikahan dari hal-hal yang menyebabkan perceraian," jelasnya.

Tak hanya itu, Narator mengemukakan, Khilafah juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin setiap laki-laki mendapatkan pekerjaan agar bisa memenuhi nafkah keluarga dengan makruf sesuai kelaziman di daerah tempat tinggalnya.

"Khilafah juga akan menerapkan sistem pergaulan Islam yang akan menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan publik, sehingga masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat yang suci lagi mulia jauh dari perselingkuhan, kekerasan, perzinaan dan kemaksiatan lainnya," terangnya.

Narator pun menegaskan, inilah solusi hakiki yang Khilafah tawarkan agar tingginya kasus perceraian bisa teratasi.

"Tidakkah umat menginginkan menerapkannya?," tanyanya memungkasi. [] Muhar

Posting Komentar

0 Komentar