
Tidak hanya marak, konten pornografi juga banyak melibatkan anak-anak. Berkaitan hal itu Muslimah Media Center (MMC) menegaskan, hanya sistem Islam yang pasti melindungi generasi dari kejahatan pornografi.
"Sesungguhnya tidak ada sistem di dunia ini yang mampu menjaga generasi dari kejahatan pornografi kecuali sistem Islam yang diterapkan secara kaffah oleh Khilafah," tegas Narator dalam program Serba-serbi: Pornografi, Mungkinkah Diberantas dengan Peraturan Ala Kapitalis? Di kanal YouTube MMC, Selasa (23/4/2024).
Sebab, Narator menerangkan bahwa Islam memandang pornografi sebagai kejahatan atau kemaksiatan yang mengandung konten terbukanya aurat, perbuatan tidak senonoh, bahkan zina dan hal keji lainnya.
"Konten seperti ini, jelas merusak kebersihan dan kesucian akal manusia," terangnya.
Konten pornografi, juga ungkap Nanarator, menjadi pemicu bangkitnya gharizah nau atau naluri melestarikan keturunan (dorongan seksual), sehingga pada akhirnya pemikiran masyarakat menjadi rendah karena hanya memikirkan hal-hal yang bersifat seksualitas.
"Karena itu, kejahatan ini harus dihentikan," tegasnya.
Di dalam sistem Islam, ungkapnya lagi, negara juga tidak akan tinggal diam dan membiarkan pornografi menjadi industri, bahkan menjadi shadow economy (aktivitas ekonomi tak terdaftar/ilegal) seperti saat ini.
Lima Mekanisme Islam
Lebih detail Narator mengulas, bahwa Islam dengan sistem Khilafahnya akan berupaya mengatasi masalah pornografi hingga ke akar melalui lima mekanisme.
Pertama, sebutnya, melalui sistem pergaulan Islam, Khilafah akan menjaga kesucian dan kebersihan interaksi (laki-laki dan perempuan) di tengah kehidupan masyarakat.
"Syariat pergaulan kehidupan publik (umum) untuk interaksi ta'awun dan amar makruf nahi mungkar antar sesama manusia. Sementara kehidupan domestik (khusus) untuk interaksi kehidupan keluarga," terangnya.
Ketika sistem pergaulan Islam digunakan sebagai mafahim (pemahaman) dan maqayis (tolak ukur/standar perbuatan), maka ungkapnya, masyarakat akan memahami batasan interaksi laki-laki dan perempuan di kehidupan publik dan domestik.
"Konsep ini akan menutup celah bagi para pelaku pornografi untuk melakukan aksinya, karena mereka akan merasa malu sendiri dengan kemaksiatan yang mereka lakukan," ulasnya.
Kedua, lanjutnya adalah media, dalam Khilafah tidak akan menayangkan konten-konten rusak dan merusak masyarakat. Dengan ketegasan yang demikian, masyarakat akan senantiasa mengkonsumsi tayangan bermanfaat.
"Media hanya boleh menayangkan konten-konten yang mengedukasi masyarakat terkait syariat, meningkatkan taraf berpikir masyarakat dan menunjukkan haibah atau kewibawaan Khilafah di dunia internasional," imbuhnya.
Ketiga, melalui penerapan sistem pendidikan Islam, Khilafah akan membentuk masyarakat yang memiliki karakter atau kepribadian Islam, dengan cara membentuk pola pikir dan pola sikap generasi yang terikat dan sesuai dengan syariat Islam.
"Sehingga masyarakat secara sadar meninggalkan kemaksiatan, termasuk pornografi, karena dorongan keimanan," terangnya.
Keempat, melalui sistem ekonomi Islam, Khilafah akan menjamin kesejahteraan dan kebutuhan dasar masyarakat.
"Dengan begitu, industri maksiat seperti pornografi tidak akan berkembang. Jangankan berkembang muncul saja tidak," tegasnya.
Kemudian kelima, ucap Narator, Khilafah akan menerapkan sistem sanksi Islam bagi yang melakukan pelanggaran.
"Penerapan sistem sanksi Islam atau uqubat akan memberikan efek jera bagi pelaku, bahkan mampu menjadi upaya preventif di tengah-tengah masyarakat," jelasnya.
Ia lantas memungkasi bahwa lima mekanisme tersebut akan menutup celah perbuatan pornografi di tengah-tengah masyarakat.
"Di dalam Daulah (institusi negara) Khilafah, anak-anak akan tumbuh di lingkungan masyarakat yang bersih akalnya, jiwanya serta kebiasaannya. Sehingga mereka tidak akan menjadi korban atau pelaku pornografi seperti saat ini," pungkasnya.
Pornografi Indonesia Saat Ini
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto mengungkapkan 5.566.015 konten pornografi saat ini yang melibatkan anak-anak Indonesia sebagai korban.
Saat konferensi pers bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (18/4/2024, Hadi menjelaskan bahwa angka tersebut dari data National Center for Missing and Explioted Children (NCMEC).
"Indonesia masuk peringkat empat secara internasional, dan peringkat dua dalam regional ASEAN," kata Hadi.
Menurutnya, korban kejahatan pornografi itu melibatkan anak-anak mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), SD, SMP, SMA, hingga anak-anak yang berpendidikan di pesantren. Bahkan, ada juga disabilitas yang menjadi korban. [] Mhr
0 Komentar