
Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) memandang, perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan di dunia Islam terjadi karena ego kebangsaan (Nasionalisme).
"Perbedaan awal dan akhir Ramadhan terjadi bukan disebabkan oleh persoalan-persoalan fikih seperti perbedaan matla'. Bukan pula karena perbedaan metodologi hisab atau rukyat, atau perbedaan organisasi. Tetapi nyatalah, semua terjadi lebih disebabkan oleh persoalan politik, yaitu ego Nasionalisme," ujarnya dalam Kabar Pagi: Beda Sikap Politik, Beda Hari Raya? Di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (4/4/2024).
Sebab, ia mengungkapkan, masing-masing negeri Muslim menetapkan sendiri-sendiri awal dan akhir Ramadhan berdasarkan hasil perhitungan atau rukyat di wilayah masing-masing negara (bangsa) itu.
"Bila di wilayah itu tidak terlihat hilal maka langsung dianggap hilal tak terlihat tanpa menunggu hasil rukyat di negeri muslim lain, bahkan di negeri Muslim yang berdekatan sekalipun," ucap UIY.
Padahal, terangnya, penentuan awal dan akhir Ramadhan sesungguhnya terkait erat dengan peredaran bumi, bulan dan matahari. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan dalih batas-batas politis negara.
UIY lantas menegaskan bahwa terjadinya perbedaan awal dan akhir Ramadhan, termasuk perbedaan berhari raya adalah lebih karena dalih, bukan dalil.
"Iya, dalih yang lahir dari batas-batas imajiner politis nasionalistik ketimbang dalil agama," tegasnya.
Berkaitan hal itu, UIY pun turut menyampaikan keprihatinannya, karena untuk sekadar bersatu mengawali dan mengakhiri puasa Ramadhan saja kita mengalami kesulitan begitu rupa. Padahal, dalil al-Quran dan Haditsnya sama, dan bulan yang dilihat juga sama, tapi kenapa hasilnya lebih sering berbeda.
"Bahkan kita mendengar ungkapan yang menohok yang membuat kita menjadi tertunduk malu. Orang lain di Barat sana sudah lama menginjak-injak bulan, sedangkan umat Islam sekadar melihat bulan saja hampir selalu berselisih," pungkasnya. [] Muhar
0 Komentar