
Mengamati adanya dua warga negara yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar mendapat keputusan boleh untuk status tidak beragama (ateisme) di Indonesia, Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky mengingatkan, setidaknya ada dua dampak buruk yang serius jika gugatan itu di kabulkan.
"Yang pertama, akan memberikan legalitas bagi komunisme (yang berakidah ateisme) di negeri ini," ujarnya dalam program Kabar Petang: Cegah Upaya Legalisasi Ateisme Dan Komunisme! Di kanal YouTube Khilafah News, pada Selasa (29/10/24).
Padahal menurutnya, komunisme yang berakidah ateisme (tidak mengakui keberadaan tuhan dan keberadaan agama) itu, memiliki sejarah telah melakukan makar atau pemberontakan bersenjata terhadap negara Indonesia.
"Ada istilah G30S PKI dulu, yang membantai para Jenderal Revolusi tentara kita. Saya pikir itu masih ada di benak publik," ungkapnya.
Sehingga lanjut Wahyudi, kalau kebolehan status tidak beragama bagi Warga Negara Indonesia (WNI) diberikan ruang, maka ke depannya akan semakin mendapat legalitas untuk tumbuh subur ajaran-ajaran ateisme-komunisme di negeri ini.
Yang kedua, sebut Wahyudi bahwa hal ini lebih serius lagi, yaitu menjadi lebih masifnya penyebaran paham ateisme-komunisme tersebut.
"Orang yang awalnya mungkin agak ragu-ragu, agak takut atau sungkan, akhirnya dengan adanya legalitas tersebut makin masif, makin berani dan tentu makin leluasa untuk menyebarkannya," tandasnya.
Sebelumnya, warga bernama Raymond Kamil dan Indra Syahputra mengajukan gugatan terhadap sejumlah pasal dalam beberapa undang-undang, termasuk Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk), yang mengatur urusan agama warga. Keduanya meminta MK memperbolehkan warga berstatus tidak menganut agama.
Gugatan mereka terdaftar dengan nomor perkara 146/PUU-XXII/2024. Sidang pendahuluannya sudah digelar di gedung MK pada Senin (21/10/2024). [] Muhar
0 Komentar