Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

KONFLIK OJOL, ABI: MASALAH UTAMANYA KELUHAN KESEJAHTERAAN PENGEMUDI


Menyoroti konflik pengemudi ojek online (ojol) dengan perusahaan platform aplikasi, Sektretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Buruh Indonesia (ABI) Imam Ghazali menilai, permasalahan utamanya adalah keluhan kesejahteraan pengemudi.

Kalau kita lihat, masalah utama yang dikeluhkan oleh driver (pengemudi), kalau kita baca itu kan adalah kesejahteraan. Kesejahteraan mereka sekarang ini turun,” ujarnya dalam Kabar Petang: Mitra Dijajah, Aplikator Kaya-Raya, di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (3/10/2024).

Dalam pandangan Imam, kesejahteraan pengemudi ojol turun karena mereka kesulitan atau tidak bisa memenuhi kebutuhan kehidupannya saat ini.

Kenapa tidak bisa memenuhi kebutuhan? Ya karena tahu sendiri, harga kebutuhan kan naik tinggi. Kenapa kok harga itu tinggi? Ya kita lihat memang inflasi sedang tinggi, kan gitu!” Ucap Imam.

Selain itu, lanjutnya, kebijakan pemerintah saat ini gemar sekali mencabut subsidi, sehingga membuat harga kebutuhan seperti biaya kesehatan, pendidikan, harga beras dan sebagainya menjadi naik.

Dalam hal pemenuhan kebutuhan pendidikan, walau SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) sekolah ada yang gratis, tetapi kata Imam, perlengkapan dan sebagainya kini berbiaya mahal.

Mengantar anak sekolah, BBM (Bahan Bakar Minyak) mahal. Apalagi kalau sakit juga mahal. Sehingga orang mengatakan, orang miskin dilarang sakit,” terangnya

Ia pun menjelaskan, semua itu terjadi karena tidak lepas dari sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini.

Dengan penerapan sistem ekonomi kapitalis liberal, sebut Imam, menyebabkan yang punya modal tinggilah yang akhirnya kemudian menguasai ekonomi.

“Sehingga para pengemudi ojol ini yang masuk kategori menengah ke bawah dan tidak punya modal tinggi menjadi korban,” jelasnya.

Dengan menggunakan paper money (uang kertas) yang tidak ada jaminannya, juga membuat nilai mata uang di negeri menjadi tidak stabil.

Maka supaya tuntas, menurut Imam, ibarat dokter mau mengobati penyakit, kalau mau mencari solusi yang pas tentu harus tahu betul penyebab utama penyakitnya itu apa.

Termasuk dalam hal ini, konflik potongan aplikasi antara driver dengan perusahaan platform itu, real problemnya itu apa?” ucapnya.

Jadi, ia mengungkapkan, kalau soal potongan aplikasi terlalu tinggi, sebenarnya itu adalah bicara tentang pendapatan pengemudi yang menurun.

Kalau pendapatan turun, kan sebenarnya yang dikhawatirkan para teman-teman pengemudi di ojol itu kesejahteraan mereka juga menjadi menurun. Kenapa? karena harga-harga tidak mau turun dan bahkan cenderung (selalu) naik.

Nah, kalau potongannya besar otomatis pendapatan mereka turun, sehingga mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan. Bicara tentang kesejahteraan kan gitu ya,” jelasnya.

Oleh karena itu, terang Imam, kalau bicara kesejahteraan mestinya tidak harus selalu bicara naiknya pendapatan, tetapi juga bicara tentang turunnya harga kebutuhan (sehingga mudah dijangkau).

Jadi sengkarut ini, ungkap Imam, karena memang sistem ekonomi di negeri ini yang sudah terlanjur liberal sehingga perekonomian masyarakat menjadi tidak stabil.

Dan itu semua adalah ulah pembuat kebijakan, yakni negara atau pemerintah. Maka solusinya, beresin sistem ekonominya,” ujar Imam.

Ia juga menegaskan, semestinya persoalan ini tidak hanya menjadi perhatian ABI saja, tetapi menjadi perhatian bersama bagi masyarakat.

“Maka saya sampaikan, coba mari kita cari alternatif sistem ekonomi yang ada,” ajak Imam.

Dan tentu saja, ia menegaskan, solusi alternatifnya adalah Islam (sebagai agama sekaligus sistem kehidupan).

Dan kami dari Aliansi Buruh Indonesia (ABI) juga sudah mencoba untuk berkontribusi, termasuk di antaranya adalah mendidik rakyat, khususnya para buruh untuk memahami bahwa persoalan-persoalan mereka itu bukan persoalan individual. Itu persoalan sistematis, dan untuk menyelesaikan persoalan ini dibutuhkan warga negara yang cerdas,” pungkasnya.

Sebelumnya dikabarkan, Serikat Pekerja Angkutan Umum Indonesia (SPAI) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Pekerja Platform. SPAI menilai, urgensi utama tuntutan ini dikarenakan naiknya tren pekerja gig yang tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan pekerjanya.

Para pengemudi angkutan online bahkan tidak diakui sebagai pekerja, hanya diakui sebagai mitra,” tulis Lily Pujianti, Ketua SPAI dalam rilis yang terbit pada Jum’at, 20 September 2024.

Lily menyebut karena status mitra ini, pekerja platform yang terdiri dari ojek online atau ojol, supir taksi online, serta kurir, tidak dipenuhi hak-haknya sebagai pekerja sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Hak yang terabaikan ini menjerumuskan para pekerja platform ke jurang ketidakpastian pendapatan dan kondisi kerja yang layak,” sebut Lily. [] Muhar

Posting Komentar

0 Komentar