Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

KERJA SAMA RI-AS: WASPADAI PENJAJAHAN MODERN ATAS NAMA DIPLOMASI


Pertemuan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Sugiono dengan Menlu Amerika Serikat (AS) Marco Rubio, pada Rabu 16 April 2025 lalu di Washington D.C. harus menjadi sorotan penting. [Kemlu]

Keduanya sepakat memperluas kemitraan strategis di bidang politik-keamanan, perdagangan, hingga investasi yang disebut sebagai kerja sama bilateral.

Sepintas seperti lompatan diplomatik besar. Namun dalam konteks geopolitik dan ideologi, sebagai Muslim kita harusnya bertanya, "Apakah ini benar-benar untuk kepentingan rakyat Indonesia, atau justru menjerat negeri ini dalam cengkeraman kekuatan penjajah modern?" Lebih khusus lagi bagi umat Islam.

Pasalnya, AS bukanlah mitra netral yang layak dijadikan sekutu strategis. AS adalah negara penjajah global yang telah membunuh jutaan umat Islam di Irak, Afghanistan, Suriah, dan terus menjadi pendukung utama penjajahan Israel terhadap Palestina.

Negara pengemban ideologi kapitalisme-sekuler ini bahkan diketahui secara terbuka telah mengucurkan miliaran dolar dan dukungan militer kepada Israel, untuk mengacaukan dan melancarkan kepentingan dominasi penjajahan dan ekploitasinya di Timur-Tengah.

Maka, bagaimana mungkin Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia ini, justru menjalin "kemitraan strategis" dengan negara yang secara nyata menjadi musuh Islam dan penjagal umat Muslim?

Padahal dalam hal ini Allah SWT dengan tegas melarang memberikan jalan apapun bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. An-Nisâ’ [4]: 141)


Paradoks Diplomasi Terkait Palestina

Ironisnya, dalam pertemuan itu Menlu RI juga menyampaikan peran aktif pemerintah RI dihadapan AS dalam isu perdamaian dan kemerdekaan Palestina.

"Bukankah ini kontradiktif? Bagaimana mungkin menyuarakan perdamaian dan kemerdekaan Palestina di hadapan negara yang secara aktif memasok senjata dan dana kepada penjajah Zionis?"

Diplomasi semacam ini tentu tidak lebih dari simbolisme kosong tanpa keberanian untuk memutus hubungan dengan orang-orang (rezim/penguasa) zalim, diplomasi itu hanya topeng untuk membungkam nurani umat Islam.

Dalam Islam, hubungan internasional tidak didasarkan pada keuntungan ekonomi semata. Hubungan dengan negara kafir harbi fi’lan (yang secara nyata memerangi Islam), seperti Amerika, haram hukumnya. Islam mengharamkan kerja sama politik, militer, dan ekonomi yang memperkuat dominasi musuh atas umat Islam, sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT dalam firman-Nya Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 141 di atas.

Maka itu, demi menentang penjajahan AS dan wujud implementasi mencegah kemungkaran (syariat 'nahi munkar') yang sangat besar, haruslah disiarkan bahwa kemitraan strategis Indonesia dengan AS tersebut bukanlah langkah maju, melainkan jalan mundur menuju ketundukan politik dan ekonomi.

Ini bukan diplomasi cerdas untuk kemaslahatan umat, tapi bentuk penjajahan modern bergaya baru (neo imperialisme) yang akan terus menyengsarakan umat.

"Umat Islam harus membuka mata akan hal ini dan memiliki beban kewajiban untuk mencegahnya!"

WalLaahu a'lam.

[Muhar, Sahabat Dakwah Tangsel, Jum'at 18/4/2025]

Posting Komentar

0 Komentar