
Pertemuan para ketua parlemen dari negara-negara bangsa (nation states) dalam forum "The Group of Parliaments in Support of Palestine" berlangsung di Istanbul pada Jum'at (18/4/2025).
Dalam kegiatan berisi 'basa-basi' politik luar negeri antar negara bangsa ini, Ketua DPR RI Puan Maharani yang turut hadir bersama ketua parlemen negara yang lain, juga sempat beraudiensi dengan Presiden Turkiye, Recep Tayyip Erdogan.
Layaknya pahlawan 'wonder women' dalam cerita film, Puan Maharani pun menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina.
"Keikutsertaan parlemen Indonesia dalam The Group of Parliaments in support of Palestine yang baru saja digelar di Istanbul. Ini merupakan salah satu upaya nyata yang dilakukan DPR RI dalam mendukung kemerdekaan Palestina," kata dia dalam keterangannya, Minggu (20/4/2025)
Namun, satu pertanyaan mendasar yang wajib diajukan, "Apakah semua ini membawa solusi nyata bagi penderitaan rakyat Palestina atas penjajahan Zionis?"
Sudah lebih dari tujuh dekade, warga atau rakyat negeri Palestina hidup dalam penjajahan brutal oleh Zionis Israel.
Ribuan resolusi, konferensi, dan pertemuan telah digelar; jutaan pernyataan kecaman telah dilontarkan; namun tanah Palestina tetap dijajah, Masjid Al-Aqsha terus dinodai, dan darah anak-anak Palestina masih mengalir.
Maka, tidak berlebihan jika kita menyebut pertemuan parlemen seperti ini hanya menjadi rangkaian cerita di panggung diplomatik yang tak menyentuh akar persoalan. Hanya simbolisme kosong di ruang yang hampa.
Tak Selesaikan Penjajahan
Mereka yang duduk di kursi parlemen negara-negara bangsa di negeri-negeri Muslim itu seolah lupa, atau sengaja mengabaikan, bahwa Israel bukanlah sekadar pihak yang bisa diajak berdialog.
Isrel adalah entitas penjajah agresor yang harus dilawan dan diakhiri keberadaannya.
Dan yang harus mereka catat!penjajahan bukanlah konflik biasa, melainkan kezaliman yang hanya bisa dihapuskan dengan kekuatan nyata, bukan dengan pertemuan dan retorika belaka. Ketika Masjid Al-Aqsha diserang, rumah-rumah dihancurkan, dan warga Palestina dibantai, tak bisa diselesaikan hanya dengan pertemuan dan statemen kosong.
Jihad dan Khilafah: Solusi yang Dilupakan
Sejarah Islam telah membuktikan, bahwa penjajahan dan agresi hanya bisa dihentikan dengan jihad fi sabilillah yang disempurnakan dengan adanya pemimpin ditengah umat yang menyerukannya.
Sebagai Muslim, mereka juga harusnya paham bahwa dalam Islam membebaskan negeri-negeri yang dijajah adalah kewajiban syar’i yang diperintahkah oleh Allah SWT (Tuhan yang Maha tahu atas solusi berbagai permasalahan kehidupan), bukan sekadar bagian dari kepentingan politik atau diplomasi suatu negara.
Untuk mengingatkan, perlu juga kiranya diteriakkan ke telinga mereka, bahwa jihad fisabilillah untuk melenyapkan penjajahan di atas dunia bukanlah tindakan teror sebagaimana disudutkan oleh imperialis Barat, melainkan bentuk puncak keadilan dan pembelaan terhadap kaum tertindas.
Sayangnya, negara-negara bangsa, khususnya di Dunia Islam hari ini yang terpecah-pecah dalam sistem nasionalisme yang sempit telah menjadikan batas negara dan kepentingan politik lokal sebagai alasan untuk tidak mengirim pasukan militernya untuk berjihad memenuhi panggilan suci ke Palestina.
Padahal, bila umat Islam bersatu dalam naungan Khilafah, maka puluhan juta tentara Muslim dapat dikerahkan untuk membebaskan Palestina, sebagaimana dahulu yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Salahuddin Al-Ayyubi.
Saatnya Tinggalkan Simbolisme, Tegakkan Solusi Syari'at
Perlu diperhatikan, pertemuan parlemen pendukung Palestina, Forum Kelompok Parlemen Bela Palestina yang dipimpin oleh Ketua Parlemen Turki, Numan KurtulmuÅŸ sebagai tuan rumah ini.
Yang dihadiri Ketua DPR RI (Puan Maharani), Ketua Parlemen Bahrain (Ahmad Salman Al Musalam), Uni Emirat Arab (Saqr Ghobash), Qatar (Hasan bin Abdulla Al- Ghanim), Malaysia (Johari Abdul), Pakistan (Sardar Ayaz Sadiq), Yordania (Ahmed Mohammed Ali Safadi), dan Senegal (El Hadj Malick Ndiaye).
Dan juga Wakil Ketua Parlemen Azerbaijan (Ali Ahmadov), Aljazair (Hammad Ayoub), dan Mesir (Ahmed Saad El Deen), berikut Ketua Parlemen Palestina, Rawhi Fattouh dan perwakilan pemerintah Palestina, hanyalah bagian dari teatrikal politik internasional berulang yang justru memberi ruang kepada Zionis untuk dapat terus menyerang.
Maka, sudah saatnya umat Islam melepaskan diri dari pengelabuan dan ketergantungan terhadap solusi-solusi Barat (non jihad) dan kembali kepada solusi dari langit, jihad di bawah kepemimpinan Khilafah.
Hanya dengan cara inilah, Palestina akan benar-benar bisa dibebaskan, dan umat Islam bisa kembali menjadi satu tubuh yang kuat dan mulia.
WalLaahu a'lam.
[Abu Jannah, Sahabat Dakwah Tangsel, Ahad 20/4/2025]
0 Komentar