
Tribunsumsel.com pada Sabtu, 3 Mei 2025 menurunkan berita: “Ribut Gegara Uang Rp2 Ribu, Yan Pekong Pak Ogah di Lubuklinggau Ditusuk 7 Kali oleh Tukang Ojek.” Kasus ini bermula saat seorang tukang ojek membantu pengendara memutar arah di depan salah satu pusat perdagangan di Kota Lubuklinggau, saat pak ogah yang biasa berjaga di sana sedang tidak ada. Pemilik kendaraan kemudian memberikan uang Rp2.000 kepada tukang ojek tersebut.
Pak ogah yang datang belakangan merasa rezekinya “direbut”, lalu marah. Tukang ojek pun menanggapi, “Hanya karena Rp2.000 saja sampai segitunya?” Perkataan ini membuat pak ogah makin emosi. Ia meludahi tukang ojek dan mengajaknya ribut. Merasa terhina, tukang ojek pun meladeni ajakan berkelahi.
Pak ogah mengeluarkan pisau dan menusuk tukang ojek, tapi tusukan itu berhasil ditangkis dan hanya melukai. Pisau terjatuh, lalu diambil tukang ojek dan digunakan untuk menusuk balik pak ogah sebanyak tujuh kali.
Dari fakta ini, penulis melihat beberapa permasalahan utama:
- Penusukan terjadi karena pak ogah merasa rezekinya Rp2.000 “direbut”.
- Ini mencerminkan kegagalan negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat.
- Secara individu, masyarakat mudah terpancing emosi dan melakukan kriminalitas karena tekanan ekonomi.
- Sistem hukum saat ini tidak memberikan efek jera.
Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki solusi menyeluruh untuk menuntaskan masalah kriminalitas di tengah masyarakat. Diantaranya adalah:
Pertama, Islam membentuk individu yang kuat secara keimanan dan kepribadian. Seorang Muslim harus memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami, serta mengedepankan kesabaran. Firman Allah SWT:
- QS. Ali Imran: 146: "Allah mencintai orang-orang yang sabar."
- QS. Al-Baqarah: 45: "Dan carilah pertolongan melalui kesabaran dan doa."
- QS. Asy-Syura: 43: "Dan orang-orang yang sabar dalam kesulitan dan penderitaan."
- QS. Al-Anfal: 46: "Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar."
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya sabar, di antaranya:
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya pahala yang besar datang bersama ujian yang besar. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridha, maka baginya keridhaan dari Allah. Dan siapa yang murka, maka baginya kemurkaan Allah.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kedua, seorang Muslim meyakini bahwa rezeki adalah ketetapan Allah. Firman-Nya:
- QS Al-Ankabut: 62: "Allah melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasi bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
- Imam Al-Muzani berkata: “Makhluk hidup akan mati sesuai ajalnya. Bila ajalnya tiba, rezekinya telah habis dan amalnya berakhir.”
Kasus penusukan tadi hanyalah karena uang Rp2.000. Padahal, kalau seseorang yakin bahwa rezeki adalah dari Allah, ia tidak akan iri apalagi sampai melakukan kekerasan. Di sinilah pentingnya peran negara menjamin kesejahteraan.
Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
“Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٍّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Tidaklah mati seorang hamba yang Allah minta untuk mengurus rakyat, sedangkan dia dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan surga bagi dirinya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Ketiga, tingginya angka kriminalitas juga disebabkan lemahnya sistem hukum yang berlaku saat ini. Hukum Islam hadir tidak hanya menghukum, tetapi juga mencegah dan menebus dosa pelaku. Firman Allah:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ... وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh... Dalam qisas itu ada kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 179)
Dalam Islam, pembunuhan dibalas setimpal. Jika dimaafkan oleh keluarga korban, maka pelaku membayar diyat. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa diyat pembunuhan terhadap laki-laki dari Bani Adi adalah 100 ekor unta, atau setara 1.000 dinar atau 12.000 dirham. (HR Ashabus Sunan)
Hukum qisas dan diyat yang tegas ini menciptakan efek jera dan mencegah orang lain mengulangi kejahatan yang sama. Dalam Islam, hukum ini bersifat jawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa).
Inilah solusi tuntas Islam terhadap kriminalitas. Solusi ini hanya bisa diterapkan jika masyarakat bertakwa dan negara menerapkan hukum Islam secara kaffah. Hanya dengan sistem Islam, individu akan terjaga, dan pelaku kriminal dihukum sesuai syariat Allah SWT. [] Irawan Sayyid Lubty (Penyuluh Keluarga Berencana)
0 Komentar