Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

KONFLIK BERKEPANJANGAN INDIA DAN PAKISTAN


Inggris menguasai India hampir 200 tahun, sejak awal abad ke-18 sampai dengan tahun 1947. Penjajahan dilakukan melalui Perusahaan Dagang India Timur (East India Company) yang kemudian menjadi pemerintahan kolonial Inggris di India. Dalam penjajahan tersebut juga terjadi perubahan, baik itu sosial, budaya, pendidikan, hukum, pemerintahan, maupun politik.

Pada awal abad ke-20, muncul gerakan perlawanan terorganisir terhadap penjajahan Inggris yang menguasai kekuatan militer dan politik. Dua tokoh yang gigih menentang penjajahan Inggris adalah Mahatma Gandhi dan Muhammad Ali Jinnah.

Perang Dunia II menjadi titik balik bagi perjuangan rakyat India menuju kemerdekaan, dan Inggris tak bisa mengabaikan tuntutan rakyat India untuk merdeka. Kemudian, India Britania dibagi menjadi dua negara, yaitu India dan Pakistan. India mayoritas berpenduduk Hindu, dan Pakistan mayoritas Muslim.

Pada masa India Britania, 70% penduduk India beragama Hindu dan 25% beragama Islam dari total populasi. Pembagian dua wilayah ini terjadi karena meningkatnya kerusuhan antara umat Hindu dan Muslim.

Perpecahan didorong oleh politik pecah belah Inggris. Inggris memilah penduduk pribumi berdasarkan etnis dan warna kulit, serta membatasi peran politik perwakilan orang India di parlemen yang didominasi pejabat Inggris. Dalam rangka mendapatkan kursi parlemen, umat Muslim dan Hindu sering diadu domba. Bibit perpecahan juga diperparah dengan keputusan pemerintah kolonial Inggris tahun 1905 untuk membagi provinsi terbesar di India, yaitu Bengal, menjadi dua bagian: mayoritas Muslim dan Hindu.

Muhammad Ali Jinnah, seorang pengacara dan politikus kelahiran Karachi, menjadi tokoh pendiri Liga Muslim di India dan berjuang untuk komunitas Muslim. Hal yang sama juga dilakukan Jawaharlal Nehru, anggota Kongres India, yang mengajak Hindu dan Muslim di India untuk bersatu.

Awalnya, Muhammad Ali Jinnah berjuang bersama dengan anggota Kongres India. Namun, dalam perkembangannya, jarak antara Kongres Nasional India dan umat Muslim semakin besar. Salah satu alasannya, meskipun Kongres Nasional India merupakan wadah perjuangan bagi seluruh penduduk India Britania, beberapa pemimpin Muslim khawatir hanya kepentingan Hindu yang diperjuangkan. Ditambah dengan meningkatnya kerusuhan antara umat Hindu dan Muslim, visi Jinnah tentang persatuan Hindu dan Muslim dianggap tidak realistis.


Latar Belakang Lahirnya Nasionalisme di India

Melalui Liga Muslim, Muhammad Ali Jinnah melahirkan Resolusi Lahore yang mendesak perpisahan umat Muslim dari India untuk mendirikan negara Islam bernama Pakistan. Ia yakin bahwa solusi terbaik hanya dapat dilakukan dengan mendirikan tanah air sendiri bagi umat Islam di India. Terlebih lagi, pada tahun 1946, kekerasan antara umat Muslim dan Hindu di India semakin meluas.

Pada akhirnya, Inggris memutuskan bahwa India Britania perlu dibagi untuk menciptakan tanah air bagi umat Muslim. Seorang pengacara Inggris bernama Cyril Radcliffe dipanggil untuk membagi wilayah India Britania. Wilayah pertama dengan mayoritas Hindu (membentuk India saat ini), yang kedua wilayah Muslim di barat laut (sekarang Pakistan), dan yang ketiga terdiri dari Bengal dan Assam dengan mayoritas Muslim.


Tragedi Pembantaian Amritsar dan Kemerdekaan Pakistan-India

Penembakan membabi buta terhadap warga India terjadi dalam tragedi pembantaian Amritsar. Pada 14 Agustus 1947, secara resmi Pakistan memisahkan diri dari India menjadi negara merdeka. Sebagai tokoh pendukung pemisahan Pakistan dari India, Muhammad Ali Jinnah dilantik sebagai Gubernur Jenderal Pakistan yang pertama dan menjadi Presiden Majelis Konstituante Pakistan.

Sehari setelahnya, yakni pada 15 Agustus 1947, India menjadi negara merdeka dengan Jawaharlal Nehru sebagai perdana menteri pertamanya. Meski dua negara telah resmi merdeka, proses pembagiannya tidak sederhana. Perpindahan umat Muslim dari India ke Pakistan serta umat Hindu dari Pakistan ke India menimbulkan konflik antara India dan Pakistan yang berkepanjangan serta menewaskan ribuan jiwa.


Konflik di Wilayah Kashmir-Jammu

Konflik berkepanjangan ini terjadi di wilayah perbatasan India dan Pakistan setelah pemisahan, yaitu Kashmir–Jammu. Wilayah ini bermula ketika pada tahun 1820, kekaisaran Sikh menguasai Kashmir. Setelah kalah dalam Perang Anglo tahun 1846 dan Perjanjian Amritsar, Raja Jammu, Gulab Singh, menguasai Kashmir dan pemerintahan keturunannya berlangsung hingga pemisahan India tahun 1947 di bawah pengawasan Inggris.

Wilayah tersebut menjadi sengketa oleh tiga negara: Tiongkok, India, dan Pakistan. Wilayah Jammu–Kashmir dalam sejarahnya dipimpin oleh penguasa Hindu, tetapi 80% warganya beragama Islam.

Wilayah konflik ini menimbulkan banyak korban dari kaum Muslim. Timbul konflik pertama di Kashmir tahun 1949, dan kedua tahun 1965. Tahun 1971, Pakistan Timur menjadi Bangladesh. Juga terjadi perang di Kargil pada tahun 1991. Sementara pada tahun 2000-an terjadi teror di Kashmir dan Mumbai. Serangan di garis kontrol juga terjadi pada tahun 2016 dan 2019. Bahkan pada tahun 2025 ini, konflik masih berlangsung.

Kejadian ini terus berlanjut tanpa titik penyelesaian, dan yang menjadi korban adalah kaum Muslimin. Pembantaian kaum Muslimin tidak hanya terjadi di tanah Kashmir, tetapi juga di belahan bumi lain seperti Palestina, Uighur di China, Rohingya di Myanmar, serta tempat-tempat lain. Kaum Muslimin selalu menjadi korban, baik oleh pemerintahannya maupun oleh kelompok agama lain.


Nasionalisme sebagai Akar Masalah

Penyebab dari kejadian ini adalah nasionalisme. Pemahaman yang lahir dari pemikiran kebebasan manusia ini menjadi biang perpecahan dan pertikaian di tanah-tanah mayoritas Muslim. Itulah mengapa dalam Islam, nasionalisme adalah pemahaman yang haram untuk diterapkan.

Ketika Rasulullah diutus untuk membumikan Islam di tanah Arab, beliau menjumpai pertikaian, permusuhan, dan peperangan antarkelompok, antarkeluarga di wilayah Jazirah Arab. Islam kemudian menyatukan suku-suku dan bani-bani dalam satu wilayah dengan aturan dan sistem Islam.

Masa ini berlangsung hampir 1400 tahun, masa di mana ilmu dan teknologi berkembang pesat untuk kesejahteraan manusia. Pada masa itu, tidak ada pembantaian seperti sekarang ini. Khalifah melalui institusi khilafah sangat memperhatikan warganya. Seperti kisah Khalifah Mu'tashim pada masa Kekhalifahan Abbasiyah. Ketika itu, seorang Muslimah di wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan dilecehkan oleh sekelompok pemuda Romawi. Tempat kejadian dengan pusat pemerintahannya di Baghdad berjarak dua bulan perjalanan. Saat Khalifah Mu'tashim mendengar teriakan wanita Muslim itu, beliau segera memberangkatkan pasukan terbesarnya ke wilayah tersebut. Ini adalah bentuk penjagaan terhadap warganya.


Solusi: Kembalinya Khilafah

Inilah solusi yang harus diterapkan: institusi khilafah memang harus ditegakkan kembali. Karena khilafah bukan saja menjaga dan menyejahterakan warganya yang Muslim, tetapi juga memanusiakan warga lainnya. [Permana, Aktivis Dakwah]

Posting Komentar

0 Komentar