Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MARAKNYA KASUS PENCABULAN: BUAH DARI RUSAKNYA SISTEM SEKULER, ISLAM SOLUSINYA


Oleh: Irawan Sayyid Lubty
Penyuluh Keluarga Berencana

Miris, sedih, prihatin, kecewa, marah—barangkali semua perasaan itu bercampur jadi satu ketika membaca berita tentang seorang oknum guru Sekolah Menengah Keguruan di Kota Lubuklinggau. Korbannya bukan hanya satu siswa, tetapi belasan siswa menjadi korban pencabulan guru tersebut. Kasus serupa juga pernah terjadi, bahkan bukan hanya di tingkat pendidikan menengah, tetapi juga pada anak-anak sekolah dasar—di lembaga pendidikan yang berlabel agama pula.

Begitu rusaknya sistem pendidikan di negeri ini, hingga kekerasan seksual marak terjadi bahkan di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat mendidik moral dan akhlak. Kenyataan ini tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem sekulerisme yang merasuki seluruh sendi kehidupan, termasuk dunia pendidikan.

Sekulerisme adalah ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama dianggap hanya mengurusi urusan akhirat—hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti keimanan dan ibadah. Sementara untuk mengatur urusan kehidupan dunia, termasuk masalah pribadi seperti cara berpakaian atau relasi antara pria dan wanita, manusia diberi hak untuk membuat aturan sendiri.

Dalam sistem sekuler yang diterapkan saat ini, percampuran antara laki-laki dan perempuan dalam dunia pendidikan dianggap biasa—bahkan dianggap sebagai wujud kesetaraan. Aturan berpakaian di sekolah pun tidak mengacu pada syariat Islam. Akibatnya, dalam kegiatan belajar mengajar, laki-laki dan perempuan bercampur baur, dan para siswi mengenakan pakaian ketat yang membentuk lekuk tubuh—yang bisa memancing naluri seksual lawan jenis.


Kesalahan Pandangan Sekulerisme tentang Naluri

Kesalahan paling mendasar dari sekulerisme adalah anggapan bahwa agama tidak relevan untuk mengatur kehidupan dunia. Termasuk dalam hal ini, sekulerisme tidak mengatur batasan aurat laki-laki maupun perempuan. Manusia diberi kebebasan bertindak sesuai keinginannya—freedom of behavior.

Karena tidak ada aturan jelas tentang aurat, maka dalam pandangan sekuler, definisi pornografi dan pornoaksi menjadi kabur. Asal dianggap “masih sopan”, maka tidak dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Misalnya, perempuan yang keluar rumah memakai rok mini atau celana jeans ketat, meskipun memperlihatkan lekuk tubuh, tidak dianggap melanggar hukum.

Padahal, dalam Islam, Allah SWT dan Rasulullah SAW telah menetapkan batas aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, sedangkan aurat laki-laki dari pusar hingga lutut. Aurat ini wajib ditutup, baik di ruang publik maupun di ruang privat ketika bersama mahramnya.

Islam tidak membiarkan urusan aurat dan pakaian tanpa aturan. Ada ketentuan khusus tentang pakaian di dalam rumah dan pakaian ketika keluar rumah. Maka jika seseorang tidak menutup auratnya, itu bisa dikategorikan sebagai tindakan pornografi, yang merupakan bentuk kriminalitas dan harus dihukum.

Pandangan sekuler terhadap naluri nau’—naluri mempertahankan jenis (seksual)—sangat keliru. Mereka menganggap naluri ini harus dipenuhi, misalnya dengan melihat gambar-gambar porno atau menonton film cabul. Ini juga mencakup mendengarkan lagu-lagu berisi syair erotis. Dalam pandangan sekuler, naluri ini disamakan dengan kebutuhan jasmani. Bila tidak dipenuhi, dianggap bisa membahayakan, bahkan mematikan.

Islam memiliki pandangan yang berbeda. Naluri itu tidak muncul dari dalam, melainkan dipicu oleh rangsangan dari luar. Jika tidak ada rangsangan, naluri itu tidak akan muncul. Dan kalaupun muncul tapi tidak terpenuhi, manusia hanya akan merasa gelisah—bukan mati.

Pandangan keliru sekulerisme inilah yang justru menyuburkan pornografi dan pornoaksi, yang dianggap sebagai solusi untuk memenuhi naluri seksual agar manusia tetap “sehat”. Padahal, jika rangsangan itu tidak dimunculkan, naluri seksual pun tidak akan muncul.


Islam Solusi Menyeluruh dan Tuntas atas Kekerasan Seksual

Islam adalah agama yang sempurna. Islam memiliki pandangan yang khas tentang naluri. Karena naluri muncul akibat rangsangan dari luar, maka Islam mengatur seluruh media yang bisa membangkitkan naluri tersebut. Islam melarang keras peredaran lagu-lagu cabul, gambar-gambar, film-film, atau perilaku yang memicu syahwat. Semuanya dihukumi haram.

Salah satu bentuk kesempurnaan Islam adalah pengaturannya terhadap hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Termasuk di dalamnya pengaturan aurat dan pakaian. Islam mewajibkan setiap manusia menutup auratnya saat keluar rumah.

Seorang wanita wajib mengenakan jilbab, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 59, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…’ ” Imam Qurthubi menjelaskan bahwa jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh, seperti abaya.

Selain itu, wanita juga wajib mengenakan kerudung sebagaimana diperintahkan dalam surat An-Nur ayat 31. Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kerudung adalah tudung kepala yang menjulur hingga menutupi dada.

Laki-laki pun tidak boleh keluar rumah dengan aurat terbuka, seperti memamerkan dada bidang atau otot perut (six-pack).

Islam juga melarang ikhtilat (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan), sebagaimana dalam surat Al-Ahzab ayat 53:

وَاِذَا سَاَلْتُمُوْهُنَّ مَتَاعًا فَاسْـَٔلُوْهُنَّ مِنْ وَّرَاۤءِ حِجَابٍۗ ذٰلِكُمْ اَطْهَرُ لِقُلُوْبِكُمْ وَقُلُوْبِهِنَّۗ
Apabila kamu meminta sesuatu kepada istri-istri Nabi, maka mintalah dari balik tabir. Cara demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.

Rasulullah SAW juga melarang khalwat (berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), sebagaimana dalam hadits riwayat Imam Ahmad:

لا يخلون أحدكم بامرأة فإن الشيطان ثالثهما
Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan, karena yang ketiganya adalah setan.

Islam melarang umatnya mendekati zina (QS. Al-Isra: 32), dan menganjurkan pernikahan sebagai solusi alami pemenuhan naluri seksual. Surat Ar-Rum ayat 21 menyebutkan bahwa pernikahan adalah tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berpikir. Rasulullah SAW pun menjadikan pernikahan sebagai sunnah beliau.

Bagi yang belum mampu menikah, Islam menganjurkan untuk berpuasa. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan:

وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Barangsiapa belum mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi perisai baginya.

Inilah solusi menyeluruh dan tuntas dari Islam dalam menyelesaikan problematika kekerasan seksual. Dimulai dari pemahaman mendalam terhadap naluri (gharizah nau’), kemudian diatur secara sistemik melalui peraturan berpakaian, interaksi antara laki-laki dan perempuan, hingga solusi praktis berupa pernikahan atau puasa.

Masihkah kita berharap pada sekulerisme dan liberalisme untuk menyelesaikan problematika yang terjadi di tengah-tengah masyarakat?

Posting Komentar

0 Komentar