Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MMH: DALAM KAPITALISME NEOLIBERAL, UTANG JADI SARANA PENJAJAHAN ANTARNEGARA


Muslimah Media Hub (MMH) ungkap bahaya sistem ekonomi kapitalisme neoliberal yang menjadikan utang bukan hanya sebagai alat pembiayaan negara, tetapi juga sebagai sarana penjajahan antarnegara.

Dalam sistem ekonomi kapitalisme neoliberal, selain menjadikan utang sebagai tulang punggung pembiayaan negara, utang juga menjadi alat bagi negara-negara kuat untuk menekan dan mengendalikan negara-negara lemah,” ujar Narator MMH, dalam program The Topics: Utang Negara Meroket, Arah Ekonomi Makin Suram? yang tayang di kanal YouTube MMH, Senin (23/6/2025).

Dengan kata lain, ia menegaskan, utang bukan sekadar persoalan finansial, melainkan sarana atau alat penjajahan terselubung yang dapat menggerogoti kedaulatan dan arah kebijakan suatu negara.

Tak heran jika Abdurrahman Al-Maliki menyebut utang luar negeri sebagai senjata paling halus tapi mematikan dalam merusak eksistensi sebuah bangsa,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Narator menjelaskan bahwa dalam sistem ini, utang dianggap sebagai sesuatu yang lumrah, bahkan seolah menjadi kewajiban. Negara dianggap wajar jika meminjam dari kreditur atau menerbitkan surat utang, lalu membayarnya kembali dengan tambahan bunga.

Cara pandang seperti ini, kata Narator, menjadikan utang semata urusan keuangan dan bisnis, padahal menyimpan bahaya besar, mulai dari hilangnya kemandirian ekonomi hingga beban berat bagi generasi mendatang.

Namun semua itu seringkali diabaikan. Di saat yang sama, sumber daya alam terus dieksploitasi besar-besaran atas nama investasi demi mendorong pertumbuhan dan membayar utang,” sesalnya.

Menurutnya, inilah bahaya besar dari ketergantungan terhadap utang. Negara akhirnya menukar kekayaan alamnya demi memenuhi kewajiban pembayaran utang.

Ironisnya, penerimaan pajak yang diharapkan dari hasil pengelolaan sumber daya alam justru nilainya masih lebih rendah dibandingkan dengan beban pembayaran bunga utang itu sendiri. Dengan kata lain, negara kehilangan aset berharga, sementara manfaat fiskalnya pun tidak sebanding,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti bahaya nyata dari konsep debt trap atau jebakan utang, yaitu kondisi ketika suatu negara terus-menerus meminjam hanya untuk membayar kewajiban utang sebelumnya.

Akibatnya, anggaran negara lebih banyak dialokasikan untuk membayar cicilan dan bunga ketimbang digunakan untuk pembangunan atau pelayanan rakyat,” pungkasnya.

Diketahui, Pemerintah Republik Indonesia (RI) telah menarik utang baru senilai Rp 349,3 triliun selama lima bulan pertama tahun 2025 untuk membiayai pelaksanaan APBN. Jumlah ini setara 45% dari total target pembiayaan melalui utang sebesar Rp 775,9 triliun sepanjang tahun ini. Hal ini semakin menambah beban utang negara di tahun-tahun sebelum yang tak kunjung terlunasi. [] Abu Jannah

Posting Komentar

0 Komentar