
Direktur Pamong Institute, Wahyudi Al Maroky, menilai penurunan tarif bea masuk produk Indonesia ke Amerika Serikat dari 32% menjadi 19%, yang mensyaratkan Indonesia harus mengimpor produk pertanian AS senilai US$ 4,5 miliar (sekitar Rp 73 triliun), akan menimbulkan rawan pangan dan peningkatan pengangguran.
“Ini jelas akan menimbulkan rawan pangan, yang pertama. Dan yang kedua, akan menimbulkan pengangguran,” ujarnya dalam program Kabar Petang: Tarif 19% antara Trump-Prabowo, Hegemoni Nyata, di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (24/7/2025).
Menurutnya, masuknya produk pertanian AS akan menekan petani lokal.
“Petani tentu enggan bertani. Mending mereka menjual lahannya atau beralih profesi. Ini dalam jangka berikutnya akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan kita,” jelasnya.
Apalagi, Wahyudi juga menyinggung lemahnya dukungan pemerintah terhadap petani.
“Petani tidak dibantu oleh pemerintah kita. Bahkan membeli pupuk kena pajak PPN, membeli alat mesin masih kena PPN. Produksi pertanian kita tentu makin tidak bisa bersaing dengan produk Amerika,” tambahnya.
Ia memprediksikan, dampaknya adalah lahan-lahan pertanian bisa berubah menjadi lahan industri akibat tekanan ekonomi.
Selain itu, Wahyudi juga mengaitkan dampak ekonomi dari kebijakan ini dengan masalah sosial.
“Selain pengangguran, tentu akan menimbulkan tingkat kemiskinan, dan itu akan memicu juga kriminalitas,” imbuhnya.
Dominasi AS
Wahyudi menilai, kebijakan tarif ini bukan sekadar kesepakatan dagang, tetapi bentuk dominasi ekonomi oleh AS.
“Ini berarti bukan sekadar negosiasi tetapi melakukan dominasi dan menekan negara lain demi penjajahan yang lebih dalam lagi. Terutama melalui sektor ekonomi,” ungkapnya.
Ia membeberkan bahwa posisi Indonesia dalam negosiasi kesepakatan dengan AS ini sangat lemah.
“Faktanya, kita di hadapan Amerika tidak memiliki posisi daya tawar yang kuat. Seimbang pun tidak, apalagi lebih kuat,” bebernya.
Wahyudi lantas menyimpulkan, ini menandakan bahwa dominasi AS bukan hanya dalam perdagangan, tetapi juga dalam menentukan kebijakan ekonomi negara lain.
“Kalau mau dengan 19% tapi harus membeli pesawat saya, harus membeli produk-produk pertanian saya, atau membeli produk energi saya dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa AS menegosiasi terhadap posisi negeri lain yang tertekan,” simpulnya. [] Muhar
0 Komentar