Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

INDUSTRI BUZZER, ANALIS: OPINI PUBLIK DIKUASAI PEMILIK KEKUATAN MODAL


Menanggapi industri buzzer (pendengung) yang berkembang di Indonesia, Analis Politik-Media Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto menegaskan, opini publik kini dikuasai oleh orang-orang yang memiliki kekuatan modal.

Ya, ini bukan rahasia lagi, karena sudah diumumkan di depan publik. Dan ini juga menunjukkan bahwa kondisi opini itu dikuasai oleh orang-orang yang memiliki kekuatan modal,” kata Hanif dalam program Kabar Petang: Ada Cuan Kotor Bisnis Buzzer, di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (9/9/2025).

Ia mengungkapkan, operasi buzzer tidak lagi sebatas akun anonim, melainkan melibatkan influencer dan key opinion leader (KOL) yang memiliki pengaruh besar. Pola ini menyerupai perang psikologi (psywar) dengan tujuan membentuk persepsi publik secara terstruktur.

Sekarang apa pun bisa dimanipulasi. Dan sekali lagi, ini justru menjadi apa? Manipulasi opini publik yang sangat berbahaya,” tegasnya.

Dampak bahaya yang muncul, menurut Hanif, bukan hanya arus informasi provokatif dan hoaks, melainkan juga ketidakadilan politik. Kelompok yang tidak memiliki modal atau akses kekuasaan akan tersingkir dari ruang publik.

Orang yang ingin idealis dengan suara hati mereka, dengan mengkampanyekan keinginan rakyat atau sebagainya, yang kalau tidak didukung dengan modal, bisa jadi akan terlindas,” jelasnya.

Meski begitu, Hanif menyebut, masyarakat masih memiliki daya kritis. “Ketika ada ungkapan yang tidak sesuai dengan realita, biasanya netizen itu juga akan menolaknya, akan menyampaikan fakta-fakta yang baru. Maka masyarakat perlu memiliki saringan, saring sebelum sharing,” pesannya memperingatkan.

Sebelumnya, Antropolog Politik Komparatif University of Amsterdam Ward Berenschot menyebut fenomena pendengung atau buzzer di dunia maya telah menjadi suatu industri di Indonesia.

Kami sudah sekitar lima tahun melakukan riset tentang fenomena kejahatan siber di Indonesia,” kata Ward saat workshop yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jumat (22/8).

Riset dilakukan dengan mewawancarai orang-orang dengan 'profesi' buzzer, mengerti bagaimana cara kerjanya, serta dari mana uang yang digunakan untuk membiayai berasal.

Temuannya memang (buzzer) menjadi industri karena justru banyak elite politik, elite bisnis yang mendanai tentara siber tersebut untuk memengaruhi opini publik di media sosial,” ungkapnya. [] Abu Faqih

Posting Komentar

0 Komentar