
Pabrik penggilingan di Desa Pasirlimus, Pamarayan, Kabupaten Serang, digerebek karena mencampur beras. Pemilik pabrik diketahui mencampur beras premium dengan beras sisa hajatan.
"Itu beras sisa hajatan yang dibeli tersangka dari masyarakat kemudian ditumpuk di gudang. Yang masih layak konsumsi dijual, sedangkan yang kotor dan berkutu kemudian dicampur lalu dikemas dengan merek terkenal," ujar Kasat Reskrim Polres Serang, AKP Andi Kurniady ES, Senin (8/9/2025).
Setelah itu, tersangka SU (46) menjual beras campuran tersebut di tokonya yang berlokasi di Kampung Ipik, Desa Bandung, Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang. Beras itu diberi cap merek terkenal seperti Ramos, KM, RL, Rojo Lele, dan Cap Kembang tanpa izin dari pemilik merek. (DetikNews.com, 8/9/2025).
Merugikan Masyarakat
Kasus beras campuran ini bukan hal baru yang terjadi. Beberapa waktu ke belakang telah terjadi beberapa kasus serupa. Bulan lalu, Satgas Pangan Polri mengumumkan tiga tersangka dalam kasus penyimpangan penjualan beras yang mencatut label premium, padahal tidak memenuhi standar mutu atau beras campuran. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf saat konferensi pers pada Jumat (1/8//2025) mengungkapkan tiga orang tersangka itu antara lain, KG selaku Direktur Utama PT Food Station; RL selaku Direktur Operasional PT FS, dan FP selaku Kepala Seksi Quality Control PT FS. (CNBNIndonesia.com, 10/8/2025).
Kasus beras campuran ini jelas merugikan masyarakat dan negara. Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengungkapkan dasar perhitungan potensi kerugian masyarakat akibat temuan beras campuran yang nilainya mencapai Rp99 triliun. Nilai tersebut didasarkan pada hasil pengawasan di 10 provinsi penghasil beras terbesar di Indonesia. (CNBNIndonesia.com, 16/7/2025).
Data ini dihitung dalam satu tahun, namun jika terjadi sampai dua, tiga, empat tahun dan seterusnya maka kerugian pasti lebih dari itu.
Permasalahan ini akan berdampak pada kepercayaan pasar. Publik menjadi curiga terhadap hampir semua beras kemasan, sehingga mendorong penurunan omzet pedagang hingga 50 persen.
Merespons kasus ini, pemerintah membentuk langkah seperti pemeriksaan mutu, distribusi stok Bulog, penegakan hukum, dan rencana penerapan harga eceran tertinggi (HET) dan mutu secara nasional. Namun rencana ini pun akan berdampak masalah lain, yaitu berpotensi menimbulkan kesenjangan distribusi, tekanan bagi pelaku kecil, dan menghambat upaya peningkatan mutu.
Pemenuhan Pangan Menurut Pandangan Islam
Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi agenda penting Khalifah. Negara akan menjamin ketersediaan bahan pangan cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara ma'ruf, yaitu sesuai adat dan kemampuan. Dalam implementasinya, negara akan membuka akses lahan bagi rakyat, memberi dukungan modal dan pelatihan kepada petani, serta mendorong pemanfaatan lahan secara produktif.
Dalam proses distribusi, negara Islam memiliki struktur pemerintahan yang bertanggung jawab dan mengawasi kegiatan publik, seperti pedagang dan pekerja. Tugas itu diwakili oleh lembaga qadhi muhtasib/hisbah. Qadhi muhtasib berperan penting dalam menjaga keadilan dalam praktik perdagangan dan mencegah kemungkaran. Qadhi akan memastikan hukum-hukum Islam selalu menjadi patokan dalam proses jual beli, distribusi, sampai proses produksi.
Negara juga wajib memastikan kestabilan harga pangan mengikuti penggunakan harga pasar yang wajar. Islam melarang pemerintah mematok harga pangan yang diperdagangkan oleh para pedagang. Demi menjaga agar tidak merugikan produsen dan juga melindungi konsumen dari harga yang terlalu mahal.
Kasus beras campuran adalah bentuk kecurangan, karena barang yang diperjualbelikan tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan. Islam tentu melarang hal tersebut, sesuai sabda Rasulullah Saw,
"Sesama muslim adalah saudara. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya kemudian ia tidak menjelaskan cacat tersebut." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Bahkan Nabi menyatakan dengan keras bahwa penjual yang menipu bukan dari golongannya. Sesuai sabda beliau:
"Barang siapa menipu, maka ia bukan dari golongan kami." (HR. Muslim)
Jika terjadi kecurangan seperti kasus beras campuran, maka qadhi akan segera menelusuri kasus sampai jelas. Setelah terbukti bersalah pun, qadhi tidak langsung menjatuhi hukuman namun harus dengan keputusan Khalifah setelah diadakannya pengadilan. Bentuk hukuman untuk status bersalah adalah sesuai syara'.
Maka, hanya solusi Islam yang menjamin penyelesaian masalah tanpa ada masalah lain yang timbul. Karena solusi Islam sejatinya adalah solusi dari Allah SWT langsung, Dzat yang menciptakan manusia beserta aturannya. Maka, sebuah keharusan Islam menjadi sumber hukum untuk mengatur semua perkara.
Wallahu 'alam bishawab. [] Uni Ummu Kahfa
0 Komentar