
Direktur Pamong Institute, Wahyudi Al-Maroky, menilai bahwa kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), yang kini mengancam mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, menunjukkan bahwa sistem demokrasi sangat rentan terhadap praktik korupsi.
“Ini menunjukkan bahwa sistem demokrasi sangat rentan terhadap praktik korupsi. Bahkan bukan hanya memproduksi korupsi, tetapi juga mereproduksi pejabat-pejabat yang korup,” ujarnya dalam program Kabar Petang: Triliunan Dana Haji Raib? di kanal YouTube Khilafah News, Sabtu (6/9/2025).
Pasalnya, Wahyudi mengingatkan bahwa korupsi di Kementerian Agama bukanlah kasus baru, melainkan pola yang berulang.
“Korupsi itu hanya mengganti pemain. Jadi, pemainnya saja yang berganti, bukan korupsinya yang berhenti di tubuh Kementerian Agama. Sistem korup itu masih terus berjalan dan semakin hari semakin canggih,” katanya.
Apalagi, ungkapnya, kasus korupsi bukan hanya terjadi di Kementerian Agama, tetapi juga merambah ke seluruh pilar negara.
“Bukan hanya di kementerian saja, tetapi juga di eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Semua juga sudah menyumbang para pejabatnya untuk berpraktik korupsi di semua lembaga pilar demokrasi tersebut,” tegas Wahyudi.
Lebih lanjut, Wahyudi menilai bahwa biaya yang mahal dalam politik demokrasi ikut mendorong para pejabat untuk berlaku korup.
“Demokrasi yang mahal itu membutuhkan biaya besar. Biaya besar itu tentu diambil dari para sponsor yang kemudian akan meminta kembali hasil investasi politiknya. Akhirnya, pejabat akan cenderung mengembalikan modal politiknya dan menabung untuk pesta demokrasi berikutnya,” tandasnya. [] Muhar
0 Komentar