Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

ASN INJAK AL-QUR’AN KARENA PACAR, BUKTI KEGAGALAN NEGARA LINDUNGI KESUCIAN AGAMA


Menanggapi kasus seorang oknum aparatur sipil negara (ASN) di Bengkulu yang menginjak Al-Qur’an karena pacar, Direktur Pamong Institute, Wahyudi al-Maroky, menilai hal itu sebagai bukti kegagalan negara dalam menjaga kesucian agama.

“Itu menunjukkan satu hal, yaitu negara gagal melindungi masyarakatnya, terutama dalam hal ini umat Islam, agar kitab sucinya tidak dilecehkan atau ajaran agamanya tidak dilecehkan,” tegasnya dalam program Kabar Petang: Meresahkan ASN di Bengkulu Injak Al-Qur’an, di kanal YouTube Khilafah News, Ahad (26/10/2025).

Ia menegaskan, tindakan ASN tersebut tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun, termasuk persoalan pribadi atau emosi sesaat. “Yang pasti kan aktivitasnya yang kita nilai bahwa itu terjadi pelecehan Al-Qur’an. Kita tidak mau lihat dia karena lagi marahan sama pacarnya atau apa pun. Tapi yang pasti tindakannya itu yang dihukum atau yang dihukumi,” ujarnya.


Sistemik

Wahyudi pun mengungkapkan, berulangnya kasus penistaan agama serupa di Indonesia menunjukkan adanya persoalan sistemik yang menyebabkan masyarakat kehilangan rasa hormat terhadap ajaran agama.

Ini menunjukkan bahwa ada persoalan yang sistemik yang membuat masyarakat kita bisa melakukan pelecehan terhadap Al-Qur’an berulang-ulang,” jelasnya.

Ia menjelaskan, setidaknya terdapat tiga faktor utama yang memicu terjadinya pelecehan terhadap kitab suci, yakni lemahnya pemahaman agama, rapuhnya keimanan, dan rendahnya kontrol sosial masyarakat.

Yang pertama adalah lemahnya pemahaman keagamaan dan tingkat kecerdasannya. Kedua, memang faktor lemahnya iman. Nah, yang ketiga adalah faktor kontrol masyarakat,” paparnya.

Lebih lanjut, Wahyudi menilai lemahnya kontrol sosial menunjukkan negara gagal menjalankan fungsi perlindungan terhadap ajaran Islam.

Seandainya masyarakatnya itu sangat bagus kontrolnya, tentu tidak akan muncul masyarakat seperti itu yang tidak paham bahwa Al-Qur’an itu kalau mau bersumpah harus diangkat di atas kepala ataupun ditempatkan di tempat yang suci,” terangnya.

Ia menegaskan, akar masalah dari lemahnya perlindungan tersebut terletak pada sistem sekuler yang diterapkan di negeri ini.

Ini menunjukkan sistem sekuler hari ini memang tidak didesain untuk melindungi dan menjaga kesucian ajaran agama Islam, kitab sucinya, maupun simbol-simbol Islam yang lain,” tandasnya.


Sanksi Lemah, Tak Timbulkan Efek Jera

Dalam kesempatan yang sama, Wahyudi al-Maroky menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan Al-Qur’an yang membuat kasus serupa terus berulang di masyarakat.

Sering kali pelaku hanya diminta maaf, tidak diberi hukuman berat, dan bahkan dianggap selesai dengan klarifikasi. Akibatnya, orang lain tidak takut melakukan hal yang sama,” ujarnya.

Ia menjelaskan, sanksi yang tidak tegas mencerminkan tidak adanya keberpihakan negara terhadap penjagaan kehormatan agama. “Kalau negara ini serius menjaga kesucian Al-Qur’an, seharusnya setiap pelaku diberi sanksi yang berat agar menjadi pelajaran,” tegasnya.

Menurutnya, lemahnya efek jera tersebut bukan hanya karena aparat penegak hukum yang tidak tegas, tetapi juga karena sistem hukum sekuler yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai standar benar dan salah. “Sistem hukum kita ini sekuler, tidak berpijak pada syariat. Maka wajar kalau pelaku pelecehan Al-Qur’an tidak ditindak tegas,” tuturnya.

Wahyudi menegaskan, selama sistem sekuler tetap diterapkan, penghormatan terhadap ajaran Islam akan terus tergerus. “Kalau negara ingin betul-betul melindungi Islam, maka harus kembali kepada penerapan syariat Islam yang kaffah dalam naungan sistem Islam,” pungkasnya. [] Muhar

Posting Komentar

0 Komentar