Sejarah

6/recent/Sejarah-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MSPI: WACANA DIREKSI ASING BUMN, MENGALIHKAN ISU PEMBENAHAN SISTEMIK


Peneliti Masyarakat Sosial Politik Indonesia (MSPI), Dr. Riyan, M.Ag., menilai bahwa wacana pemerintah Indonesia membuka kesempatan bagi warga negara asing (WNA) atau ekspatriat untuk menduduki kursi direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) demi meningkatkan kinerja perusahaan justru mengalihkan fokus dari masalah pembenahan sistemik yang seharusnya dilakukan.

"Ini justru mengalihkan isu pembenahan sistemik yang harusnya dilakukan, dibandingkan hanya sekadar mengganti orang," ujarnya dalam program Kabar Petang: Direksi Asing di BUMN, Inovasi Besar atau Blunder Strategis? pada Jumat (21/11/2025).

Menurut Riyan, kasus BUMN di Indonesia masih sangat erat kaitannya dengan kepentingan politik, di mana intervensi politik berjalan secara masif.

Ia mencontohkan praktik balas jasa politik yang menjadikan BUMN sebagai "sapi perah" dan menyebutkan kasus Garuda, yang menurut banyak pakar seharusnya sudah bangkrut, namun terus bertahan karena mendapat suntikan modal.

"Orang bilang ini sudah seperti zombie. Kalau tidak diinfus, tidak diinjeksi, dia tidak akan hidup," katanya.

Riyan menekankan bahwa akar masalah utama BUMN bukan terletak pada kurangnya profesionalisme sumber daya manusia, melainkan pada faktor intervensi politik yang senantiasa besar.

Hal ini, menurutnya, terlihat jelas setiap kali terjadi pergantian rezim presiden, di mana perdebatan mengenai penunjukan komisaris dan direksi BUMN selalu muncul.

"Makanya, setiap kali pergantian presiden, itu senantiasa menjadi perdebatan mengenai siapa yang akan menduduki komisaris dan sebagainya, yang sudah menjadi hal yang biasa," ulasnya.


Bukan Masalah Profesionalisme

Terkait solusi merekrut WNA, Riyan menilai hal tersebut bukanlah masalah utama. Ia menegaskan bahwa Indonesia tidak kekurangan profesional dan talenta yang kemampuannya sudah mendunia.

"Kita ini tidak kurang para profesional yang talentanya sudah mendunia," tegasnya.

Masalah utama, lanjut Riyan, adalah intervensi pemerintah yang terlalu besar, terutama terkait penggunaan BUMN untuk pengaruh politik yang diinginkan oleh rezim. "Dan di situlah pangkal korupsi yang kemudian terjadi di BUMN," terangnya.

Riyan menyimpulkan, meskipun keinginan Presiden Prabowo untuk membuat BUMN lebih baik adalah hal yang benar, namun menurutnya solusinya harus sistemik.

"Jadi tidak seperti yang kita lihat hari ini, karena sistem itu lekat dengan kapitalistik, maka pendapatan yang didapat negara itu bukan dari BUMN yang paling besar, malah dari pajak," simpulnya.

Padahal, menurutnya, kontribusi BUMN yang saat ini kecil (di mana pendapatan terbesar negara masih dari pajak) seharusnya bisa meningkat jika dikelola secara profesional oleh orang-orang Indonesia sendiri, mengingat BUMN menyangkut aset negara.

Ia menutup dengan pandangan bahwa mengganti orang, bahkan dengan WNA yang dicitrakan seolah-olah memiliki talenta lebih baik, tidak akan menyelesaikan masalah jika dibandingkan dengan pembenahan sistem. [] Muhar

Posting Komentar

0 Komentar