
Pengamat Politik dan Ekonomi, Ustadz Ahmad Mukti Almansur, mengungkapkan bahwa krisis berkepanjangan di Sudan, Afrika, disebabkan oleh konflik kepentingan dalam perebutan sumber daya alam (SDA) antara negara-negara besar di dunia.
“Maka konflik Afrika itu sebenarnya adalah konflik kepentingan, perebutan SDA antara negara-negara besar,” ujarnya dalam program Kaffah Perspektif Edisi 418: Krisis Sudan dan Urgensi Kepemimpinan Islam Global, di kanal YouTube Dakwah Tangsel, Ahad (9/11/2025).
Sudan, ungkapnya, merupakan negeri dengan kekayaan alam yang sangat melimpah—mulai dari tambang emas, mineral, hingga “gum arab”, bahan alami yang banyak dipakai dalam industri kedokteran dan makanan.
“Afrika ini, apalagi Sudan, adalah negeri yang memiliki sumber daya alam luar biasa,” sebutnya.
Ia melanjutkan, pada masa lalu Sudan merupakan wilayah yang berada dalam kekuasaan Islam. Namun setelah Khilafah Turki Utsmani (penjaga persatuan umat Islam—hancur pada tahun 1924, negara-negara penjajah seperti Inggris, Prancis, dan kemudian Amerika Serikat mulai berebut pengaruh di Afrika, termasuk di Sudan.
“Amerika ingin menguasai seluruh posisi strategis di Afrika,” tegasnya.
Konflik antara faksi militer Sudan (SAF) di bawah Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dengan pasukan Rapid Support Forces (RSF) pimpinan Letjen Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti, menurutnya, merupakan bentuk nyata pertarungan kepentingan global tersebut.
Ia menekankan bahwa kedua pihak yang bertikai sejatinya mendapatkan dukungan asing dari negara-negara besar yang bersaing menguasai SDA dan kepentingan politik di kawasan itu.
“Beginilah kondisi umat Islam ketika mereka berpecah belah, masing-masing ingin memiliki pengaruh sendiri,” ucapnya.
Akibat perebutan kekayaan alam dan kepentingan politik itu, rakyat sipil Sudan harus menanggung penderitaan berat.
“Kita saksikan bagaimana saat ini ribuan warga sipil mengalami penderitaan. Mereka terbunuh, mereka meninggal, Masyaallah, luar biasa. Ini seperti tragedi kemanusiaan Gaza yang kedua, tetapi dengan kondisi yang berbeda,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa konflik di Sudan tidak akan berakhir selama negeri-negeri Muslim tetap lemah dan tidak memiliki kepemimpinan Islam global (khilafah), sehingga kekayaan alam mereka terus menjadi rebutan bangsa asing. [] Muhar
0 Komentar