
Penyatuan umat Islam di dunia dalam satu negara (khilafah) bukanlah hal yang mustahil meskipun umat saat ini berjumlah besar dan telah terbagi menjadi berbagai negara bangsa (nation state).
Hal tersebut diulas oleh Pakar Politik Islam, KH Muhammad Shiddiq al-Jawi, dalam program PROKONTRA: Khilafah Menyatukan Umat Islam Dunia, Apa Mungkin? pada Selasa (25/11/2025) di kanal YouTube Al Khilafah.
"Kenapa tidak? Karena ada dua alasan: pertama alasan empiris, dan yang kedua alasan normatif," ujarnya.
Secara empiris, Kiai Shiddiq membantah anggapan bahwa jumlah penduduk Muslim yang lebih dari satu miliar akan menyulitkan pembentukan satu negara.
Ia melanjutkan dengan memberikan contoh adanya negara-negara dengan populasi besar yang tetap bersatu.
"Bukankah ada negara yang jumlah penduduknya miliaran, tetapi mereka tetap satu negara? Contohnya Cina dan India. Cina dan India itu jumlah penduduknya lebih dari satu miliar, tetapi mereka bisa bersatu dalam satu negara," jelasnya.
Menurutnya, jika non-Muslim saja mampu, umat Islam seharusnya lebih mampu karena memiliki kekuatan spiritual yang lebih. "Secara faktual ada negara yang jumlah penduduknya miliaran, tetapi mereka tetap satu negara," imbuhnya.
Sedangkan secara normatif, terkait tantangan dari kekuatan negara-negara imperialis yang dikhawatirkan akan menghalangi persatuan umat, Kiai Shiddiq merujuk pada ketentuan normatif dalam Islam.
Ia mengutip Surah Al-Baqarah ayat 249 yang menekankan bahwa perjuangan tidak boleh hanya mengandalkan kekuatan material.
"Kam min fi'atin qolilatin golabat fi'atan katsiratan?" (Berapa banyak kelompok yang sedikit mampu mengalahkan kelompok yang banyak?)" kutipnya.
Menurutnya, untuk mendapatkan kemenangan Islam melalui pertolongan Allah SWT, umat Islam tidak boleh semata-mata mengandalkan kekuatan, jumlah sumber daya manusia (SDM), senjata, atau apapun yang dimiliki.
"Itu tidak boleh menjadi sandaran utama dalam perjuangan," tegasnya.
Kesamaan Ideologi Kunci Persatuan
Akan tetapi, Kiai Shiddiq melanjutkan, syarat utama untuk mempersatukan kaum Muslimin adalah kesamaan pemahaman (mafahim) atau ideologi.
"Paling tidak, yang pertama, kaum Muslimin harus memiliki satu pemahaman yang sama, yaitu harus ada persepsi yang sama bahwa kehidupan kaum Muslimin tidak akan pernah ideal dan baik, kecuali dalam satu negara," terangnya.
Kesamaan pemahaman ini harus menjadi modal untuk menyatukan tindakan. Oleh karena itu, ia juga menekankan agar dakwah Islam yang menyerukan khilafah harus disertai dengan kritik terhadap konsep lain yang memecah belah umat, seperti konsep negara bangsa (nation state).
Menepis Kekhawatiran Indonesia Terpinggirkan
Sementara itu, menanggapi kekhawatiran hilangnya posisi Indonesia jika khilafah berdiri, Kiai Shiddiq menjelaskan bahwa sebagai sebuah bangsa, Indonesia tidak akan hilang.
"Indonesia itu harus kita lihat dalam pengertian apa. Kalau Indonesia dalam arti negeri atau bangsa, itu tidak akan lenyap," jelasnya.
Ia mencontohkan bagaimana Rusia sebagai bangsa tetap ada meskipun sistem pemerintahannya berubah dari Kekaisaran menjadi Uni Soviet.
Ia juga menepis kekhawatiran diskriminasi dengan mengingatkan bahwa khilafah akan menerapkan syariat Islam yang bersifat rahmatan lil alamin.
"Tidak boleh kita yang berasal dari Indonesia ini terpinggirkan dalam arti menjadi korban diskriminasi yang tidak adil dari khalifah. Apalagi secara intelektual, di masa khilafah banyak ulama-ulama yang asalnya dari Nusantara, namun kemudian menjadi ulama dunia," ujarnya menutup. [] Muhar
0 Komentar